26.4 C
Singkawang
More
    BerandaBudayaTarian Ngayau: Makna dan Filosofi di Baliknya

    Tarian Ngayau: Makna dan Filosofi di Baliknya

    | Penulis: R. Masri Sareb Putra

    Tarian ini dahulu kala dipakai untuk menyambut kepala manusia (musuh hasil kayauan). Tapi sekarang tarian ini dapat kita artikan sebagai tarian kemenangan.

    Gerakan tarian ini gesit dan cukup sadis. Ditingkah irama dengan yang garang, menjadikan tarian ini selain membangkitkan semangat dan keberanian, juga ada nuansa magisnya.

    Penari hanya memakai cawat atau celana dalam, tanpa baju. Kepala diikat dengan kain berwarna merah dan ditusuk dengan daun sabang merah (crodyline fruticosa). Gerakan terdiri dari hentakan kaki, gelengan kepala dan teriakan yang histeris.

    Alat yang dipakai

    Pada pinggang penari terselip sebilah parang atau mandau. Sebelumnya, penari diberi minuman tuak serta perlengkapan lainnya. Karena begitu konsentrasinya penari, kadang-kadang penari bisa kesurupan. Oleh sebab itu, para penari perlu pendamping atau pebayu. Kalau penari itu kesurupan, maka pebayu itu yang membangunkan atau menyadarkannyanya kembali.

    Susunan Penari

    Para penari tarian ngayau atau kemenangan, tidak boleh sembarangan. Melainkan harus mengikuti pola, atau pattern yang telah digariskan secara turun-temurun orang tua dari generasi ke generasi.

    Capture

    X = penari

    O = Tengkorak/kepala musuh hasil kayauan.

    Makna

    Di dalam tradisi orang Dayak di mana pun, terutama suku bangsa Iban, tarian ngayau ini tidak boleh ditarikan sembarangan. Menyambut rombongan yang pulang dari menang ngayau merupakan suatu sukacita besar. Para pemenang yang telah berhasil mengayau, dielu-elukan. Mereka digelar sebagai “bujang berani”.

    Tarian ini selain sakral, juga bertujuan untuk membangkitkan spirit dan keberanian, sekaligus wiracerita (epos) di kalangan anak muda. Agar mereka meniru atau bersikap kesatria.

    Ketika menyaksikan betapa seluruh warga kampung menyambut dan mengelu-elukan para kesatria yang menang, generasi muda mendapat pendidikan kewiraan pada saat itu juga. Di dalam hati mereka tertanam keinginan dan sikap kesatria dan berani.

    Selain itu, juga menyaksikan betapa terhormatnya para pejuang pulang ngayau. Disambut tari-tarian pada gadis cantik, disuguhi dengan minuman tuak.

    (Narasumber: Yakob Markan, tetua dan pemangku adat Ketungau Tesaek)

    ***

    Bionarasi

    WhatsApp Image 2021 08 06 at 10.27.34

    R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.

    Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.

    Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita