27.4 C
Singkawang
More
    BerandaBeritaViral Sugianto Sabran Gubernur Kalimantan Tengah Larang Masyarakat Adat Dayak Bawa...

    Viral Sugianto Sabran Gubernur Kalimantan Tengah Larang Masyarakat Adat Dayak Bawa Mandau?

    Jakarta, www.detikborneo.com -Sugianto Sabran Gubernur Terpilih yang kedua kali di Provinsi Kalimantan Tengah melarang Masyarakat Adat Dayak untuk unjuk rasa dan kegiatan Adat dilarang membawa Mandau senjata khas Dayak di Kalimantan.

    Pernyataan ini viral dimedsos dalam vidio yang kurang dari satu menit.

    Banyak netizen yang sangat kecewa atas pernyataan ini. Bahkan ada yang meminta jika benar Sabran orang Dayak tidak pantas melarang bawa Mandau. Karena Mandau, Perisai dan Baju Adat adalah bagian yang tak terpisahkan dari tampilan pakaian Adat Dayak. Ibarat makan tanpa garam akan hambar.

    Jika didalam kegiatan masyarakat dalam unjuk rasa maupun mengadakan ritual Adat belum ada yang sampe saling melukai akibat membawa Mandau.

    Dalam tatanan Adat Dayak jika ada yang sampai mengunakan Mandau untuk mengancam keselamatan dan Sempat terluka yang bersangkutan pasti akan menerima hukuman adat. Bagi sebagian Masyarakat Adat Dayak jika sampe terkena hukuman Adat itu akan perbuatan yang sangat memalukan bagi dia dan keluarganya.

    Jadi Sabran jangan khawatir yang berlebihan jika saat unjuk rasa ataupun ritual adat Dayak ada yang membawa Mandau.

    Saran saja untuk Sabran tingkatkan pembangunan yang lebih maju lagi di Kalimantan Tengah, berdayakan dan fasilitasi masyarakat Adat Dayak untuk berkarya dibidangnya itu lebih baik daripada melakukan pernyataan yang dapat melukai perasaan masyarakat Adat Dayak.

    Jika boleh berkaca dengan suku lain di Indonesia tidak ada larangan juga jika orang Jawa pake baju adat Jawa jika membawa keris, Orang Adat Sunda membawa Kujang, Orang Adat Aceh membawa Rencong dll. Ini adalah warisan budaya Nusantara yang wajib dipertahankan dan dilestarikan bukan malah ditengelamkan karena itu pernyataan yang kurang bijaksana.

    Staf pengajar Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat dan Sekretaris Jenderal Majelis Hakim Adat Dayak Nasional, Salfius Seko, SH, MH (Panglima Antayot), mengatakan, mandau merupakan simbol persaudaraan, bukan perbuatan kriminal.“Pertama, kita harus melihat makna filosofis dari mandau, yakni merupakan simbol persaudaraan, simbol ksatria, simbol penjaga, tanggungjawab dan kedewasaan,” kata Salfius Seko, menanggapi pro dan kontra keberadaan mandau yang selalu dibawa ke tempat-tempat umum, sebagai salah satu senjata tradisional Suku Dayak di Pulau Borneo, Minggu, 28 Februari 2021.Oleh karenanya, menurut Salfius Seko, keberadaan mandau seperti sebuah keharusan dan sangat penting bagi masyarakat Dayak, baik dalam upacara adat kelahiran, kematian, pengadilan (sidang adat), maupun penyembuhan. Mandau dan Suku Dayak ibarat pakaian dan tubuh, saling melengkapi dan tak bisa terpisahkan.Kedua, mandau merupakan senjata dan alat yang mengakar dari seni budaya peradaban tempa logam masyarakat Dayak membentuk identitas adat sakral masyarakat Dayak.Karena itu mandau mengandung makna filosofis dan makna sosial, yakni sebagai simbol kehormatan dan jati diri seseorang.Dijelaskan Salfius Seko, dalam kehidupan sehari-hari Suku Dayak, mandau dilihat sebagai senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya, kemanapun ia pergi mandau selalu dibawanya, di samping itu mandau juga berfungsi sebagai simbol seseorang (kehormatan dan jatidiri). Jika dilihat dari makna filosofis mandau sebagai simbol penjaga, maka menyimpan mandau di dalam rumah harus dilihat sebagai simbol penjaga bagi penghuni rumah tersebut, sehingga penghuni rumah merasa aman.“Sedangkan menggunakan mandau didalam rumah harus dilihat dalam konteks tertentu, misalnya ritual adat, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara adat,” ungkap Salfius Seko.“Dengan demikian, menyimpan dan menggunakan mandau dapat dibenarkan secara adat sepanjang bermakna simbolik sebagai penjaga dan digunakan untuk keperluan tertentu yang terkait dengan ritual adat dan upacara adat serta kelengkapan adat,” ungkap Salfius Seko.Oleh karenanya, lanjut Salfius Seko, seseorang yang menyimpan mandau dan menggunakannnya dalam konteks tersebut tidak dapat dikualifikasi melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Sumber: www.suarapemredkalbar.com
    (Bapage pecinta Budaya Dayak dan Nusantara)

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita