| Penulis: Masri Sareb Putra
Terong dayak. Barangkali jangankan melihat. Mendengar saja belum. Seperti apa rupa, morfologi, makna bunga, dan citarasa terong sebulat buah apel impor ini?
Banyak nama botani, dengan predikabilia “dayak”. Seperti halnya jawa (harus ditulis dengan huruf kecil, sebab bukan mengacu ke etnis. Misal: gula jawa, pisang ambon, bawang dayak.)
Selain bawang. Ada terong dengan predikabilia “dayak”. Mengapa demikian? Ada sejarah dan asal muasalnya.
Tapi untungnya, terong yang disebut “terong dayak” itu bulat-besar. Di kampungku, bisa sebesar dengkul seorang ibu yang hamil tua.
Nah, mungkin karena bulat-besar itu, orang Dayak tidak protes terong itu disebut “terong dayak”. Coba kalo kecil? Lain lagi ceritanya!
Terong ini khas. Dikenal sebagai bahan sayur. Sejak bila? Sejak manusia Dayak ada. Berikut catatan kaki ke-67 novel-sejarah yang saya tulis, Ngayau:
Dengan girang, Bejamban Perangai Laut memeriksa jaringnya dengan saksama. Diangkat, lalu dan ditariknya. Betapa berat. Pasti penuh isinya. Satu demi satu ikan dalam jaring itu ia periksa. Kemudian dimuat ke dalam perut perahu. Ikan-ikan pilihan.
Ikan-ikan dan udang sungai paling cocok dimasak campur terong asam betapa lezatnya! Baru membayangkan masakan khas Dayak itu, air liur sudah menetes, apalagi menyantapnya nanti. Juga daging ayam pelanduk, rusa, dan segala jenis binatang lainnya.
Catatan 67:
Wikipedia menyebutnya “terung Dayak”. Nama binomial-nya: solanum ferox.
Buahnya bulat, sebesar lengan, bahkan ada yang sebesar betis. Warnanya hijau ketika belum tua, dan menjadi kuning kemerah-merahan jika sudah matang. Ada juga yang cokelat warnanya ketika muda dan menjadi ungu kehitaman jika sudah tua. Dibuang biji-bijinya yang sebesar biji cabe, diris-iris tipis, sangat enak dimasak campur ikan segar.
Jika bukan seorang tuai, sakti mandraguna, dan banyak “pengaroh”, jangan coba-coba mengukir tato pada tubuh Anda menggunakan simbol gambar bunga terong. Jika toh menggunakannya, siap-siap ilmu Anda diuji.
Terong Dayak ini punya makna terdalam. Terutama di kalangan suku bangsa Ibanik. Bunga terong melambangkan makna tertentu. Seorang yang tinggi ilmunya (pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kekebalan, keberanian, dan keutamaan), pada bahunya ada tato bunga terong. Saat ini, di Sungai Utik, Kapuas Hulu. Hanya seorang saja yang bertato bunga terong: Apai Janggut, atau Bandi anak Raga.
Demikianlah tato bunga terong pada bahu Bandi Anak Raga. Ia menunjukkan kelas sosial tertentu, apalagi ini dalam khasanah alam budaya suku bangsa Iban. Iban, sebagaimana juga Dayak lain di bumi Borneo, adalah makhluk yang sarat dengan simbol (homo symbolicus).
Dalam Lontaan (1975) sekalimat saja dijelaskan tentang tato bunga terong: menunjukkan jauhnya seseorang berjalan. Sudahlah tentu, “berjalan” ini dalam makna harfiah dan simbolik sekaligus. Menunjukkan seseorang sudah berpengalaman, banyak makan asam garam, menyenyam pahit getirnya kehidupan, melanglang buana, menantang berbagai marabahaya, mengalahkan musuh, lolos dari tubir maut, serta menjejalah pulau dan benua.
***
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong pagi ini (08/05-2021) memposting di berandanya. Ia menanam, memelihara, dan lihatlah! Terongnya berbuah. Sahabat saya, sebelum ia jadi siapa-siapa itu menulis demikian:
Pagi Sabtu (08/05/2021) mengecek mini kebon rimbang (terong asam), bersyukur sudah ada yg mulai berbuah.
***
Tentang terong, banyak mitos, wiracerita dan legenda di baliknya. Misalnya, tuai rumah Sungai Utik, suku Ibanik. Ada banyak kisah tentang terong.
1. Menjadi peribahasa untuk menggambarkan tipis atau tiadanya perbedaan antara dua entitas. Ungkapan muncul dalam rumusan, “Setipis kulit terong”.
2. Bunga terong unik. Bagai bintang bercahaya yang purna. Karena unik itu, bunga terong jadi simbol di kalangan terutama Iban. Sedemikian rupa, sehingga tidak sembarang manusia mengenakan simbol ini, sebagai tato di bahu. Hanya orang tertentu. Seperti tato di bahu Apai Janggut ini.
Tato bunga terong pada bahu menunjukkan kelas tersendiri. Jika bukan seorang tuai, sakti mandraguna, dan banyak “pengaroh”, jangan coba-coba mengukir tato pada tubuh Anda menggunakan simbol gambar bunga terong. Jika toh menggunakannya, siap-siap ilmu Anda diuji.
3. Bunga terong simbol kekuatan dan kesatuan. Ketika kami mengadakan Pertemuan Iban Raya di Kalimantan, di Sintang pada 2018, bunga terong jadi simbol.
Boleh dikata, orang Iban Kalbar “homo symbolicus”. Hanya bisa dipahami dalam konteks alam dan lingkungannya. Siapa yang tidak paham, akan mengalami kesulitan memahami dan berkomunikasi.
Toh terong dayak bukan hanya dikenal di Kalbar. Di semua daerah Kalimantan, penduduk asli mengenalnya. Di Kalteng dan Kalsel, saya kerap makan sayur ini dimasak dengan ikan. Juga di Kalimantan Utara. Pendek kata, semua orang Dayak dan penduduk asli Borneo, mengenal terong ini.
Saya pernah bawa dari kampung terong dayak. Bijinya seperti biji cabe. Saya semai. Lalu tanam di tanah Jawa. Mau tumbuh dan berbuah.
Tapi rasanya beda. Tidak seenak yang tumbuh di habitatnya, di Borneo.
Apa sebab, kira-kira, para Pembaca?
Bisa bikin narasi, atau komen di sini!
***