| Penulis: R. Masri Sareb Putra
Di SD – SMA. Waktu pelajaran Sejarah. Telah mulai muncul curiosity yang besar tentang Kompeni Hindia Belanda yang populer disebut VOC. Guru sejarah menjelaskan dengan hidup. Saya bayangkan: suatu hari akan bertemu dengan rekam-jejak sejarah dan langkah-langkah VOC. Dan saya memang benar-benar bertemu.
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan pada 20 Maret 1602. Adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memonopoli perdagangan di Asia. Didirikan 17 tuan-tuan (Disebut “Heeren XVII”), VOC merajalela terutama di Nusantara selama hampir 350 tahun.
VOC bubar pada 31 Desember 1799. Kompeni meninggalkan utang 136,7 juta gulden.
Sebab VOC bubar:
1) Korupsi para pejabat VOC di berbagai cabang.
2) Biaya perang dan sumber daya yang dikerahkan untuk melawan raja-raja lokal Nusantara.
Jika ingin sebuah perusahaan/ lembaga langgeng maka jangan mengulangi sejarah Kompeni (dari kata Belanda “compagnie”).
Kompeni bergerak juga di bidang usaha perkebunan yang popuper disebut “onderneming”, khususnya teh dan karet.
Saya suka saja dengan gagasan awal dan gerak langkah VOC. Setidaknya, memberiku inspirasi. Ada hal yang patut ditiru. Namun, ada pula hal yang tidak patut untuk dicontoh.
Saya suka dengan gagasan awal dan gerak langkah VOC. Setidaknya, memberiku inspirasi. Ada hal yang patut ditiru dan tidak boleh dicontoh.
Di Borneo, Netherland Indie Rubber (NIRUB) dan beberapa kapal berjalan di bawah permukaan air. Kapal isu timbul tenggelam. Membawa karet kualitas terbaik yang disebut “landbaw”. Lateksnya luar biasa banyak. Batangnya sebesar drum.
Nenek saya pernah bercerita. Bahwa kapal Nirub seperti ikan paus. Bunyinya seperti raksasa batuk. Jika mendengarnya, anak-anak lari terbirit-birit. Dan para orang tua bersembunyi ketakutan. (Tentang Nirub ini, saya akan kisahkan tersendiri).
Adapun jenis karet yang ditinggalkan kompeni dan sampai sekarang masih dibudidayakan di Kalimantan. Termasuk saya. Namana: landbaw.
Lada primadona
Pada awal mula, kuasa Kompeni Hindia Belanda adalah bidang ekonomi. Lada, sahang, satu di antara komoditas rebutan kompeni dengan Inggris dan Portugis.
Saya mencatat sejarahnya fakta yang berikut ini.
1602:
Kapal East India Company mendarat di pulau Sumatera. Perdagangan lada mulai di pulau ini. Para pedagang ini dalam misi mereka singgah di Johor (Malaysia), Siam, Amboyna (pulau kecil), perlahan tapi pasti semakin mengalahkan pamor Portugis, akan tetapi usaha mereka berhasil digagalkan di Maluku. Seperti diketahui, East India Company, kadangkala disebut sebagai John Company, merupakan sebuah perusahaan saham-gabungan dari para investor, yang diberikan Royal Charter oleh Elizabeth I pada 31 Desember 1600, dengan tujuan untuk menolong hak perdagangan di India.
1621:
Kompeni Belanda menyerang Kepulauan Benda. Bersamaan dengan itu, para penduduk yang menyerah kalah, mereka jajah dan jadikan kuli.
1641:
Kompeni Belanda menaklukkan Malaka. Bersamaan dengan itu, perdagangan lada mereka kuasai dari Asia Timur Jauh.
17 heeren (tuan) van Holland bermodalkan nekad dan dengkul datang ke tanah asing saja bisa membuat kompeni. Mengapa kita yang punya lahan dan bahan tidak?
Era Belanda telah berlalu. Namun, kompeni (company) sebagai sebuah perusahaan dagang esensinya baik dan wajib. Sebagai bagian darinya, anggota dan salah seorang Pembina Yayasan, saya bangga hari ini Credit Union –sebagai lembaga keuangan nonBank, telah melesat menjadi sebuah kompeni –yang mirip modal dan kuasanya seperti zaman kolonial.
Bersama 4 teman (heeren V) juga mendirikan kompeni dagang. 17 tuan van Holland bermodalkan nekad dan dengkul datang ke tanah asing saja bisa. Kenapa orang asli dan punya modal pulau gak bisa?
***
Bionarasi
R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.
Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.
Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.