| Penulis: R. Masri Sareb Putra
Menyebut Tenggarong. Ingatan langsung tertuju pada kerajaan Kutai. Sebuah kota legenda dan bersejarah. Terletak di tepi sungai Mahakam. Di masa lalu, kota ini sangat populer.
Terpaku. Terkagum. Sekaligus, tafakur saya depan museum Mulawarman. Betapa tidak! Pada sebuah dinding. Seakan prasasti. Yang menyangga simbol kerajaan Kutai yang mencolok di atas. Dengan huruf kapital semua. Tertulis yang demikian ini.
Bagi yang tak-punya wawasan sejarah. Amat sangat musykil menebak entelah, teka teki cerdas itu. Namun, saya mafhum. Pikiran langsung ke suatu semiotika. Itulah hewan ajaib, yang menjadi simbol kerajaan Kutai.
Apa jawabnya?
Arahkan pandang ke atas. Ada seekor hewan unik. Tidak mudah memang menebak teka teki di atas. Sungguh luar biasa. Cerdas lagi kreatif si perancang museum.
Lembuswana adalah hewan sub-kelompok gajah. Ia merupakan hewan yang disucikan. Terutama karena menjadi tunggangan Dewa Batara Guru. Ketika memberikan petuah dan petunjuknya.
Replika Lembu Suana ini diresmikan pada tanggal 28 September 1992. Ditandatangani prasastinya oleh Bupati KDH TK II Kutai, Drs. H. S. Sjafran.
Saya telah berwisata ke tempat ini. Sewa taksi dari Samarinda, sengaja datang ke Kutai Kartanegara.Sebuah museum bersejarah. Mengabadikan bahwa zaman baheula hubungan dan kawin mawin agama dan negara menghasilkan bonum commune (kebaikan umum). Bukan mendatangkan konflik, apalagi perpecahan, berdasarkan pemilahan politik identitas agama dan kepercayaan.
Bukan sembarang wisata, tapi wisata sejarah. Salah satu objek yang penting dikunjungi adalah Museum Mulawarman, di Kutai, Kalimantan Timur.
Tempat ini bernilai ditilik dari sisi historis. Bukan saja menjadi tonggak penting peradaban Nusantara, situs bersejarah ini juga bicara banyak lewat prasasti “Batu Yupa”-nya. Banyak bercerita tentang peradaban dan pergaulan nusantara masa lampau, Batu Yupa juga berkisah tentang hubungan agama-negara.
Di tengah perjalanan. Berhenti sejenak. Makan nasi kampung, dihidang sate dan rendang daging payau (rusa). Nasi merah yang mengepul hangat manambah nikmat makan siang itu. Sembari mata terpanah ke tepi Sungai Mahakam, menyaksikan kelotok berdentum melayari sungai yang saat itu tengah muntah mengalirkan air bah berkubik-kubik lewat kiham-kiham di hulu sungai….
Setelah nusantara merdeka. Maka bekas kerajaan Kutai masuk wilayah Kalimantan Timur. Kini menjadi salah satu tujuan wisata bagi para turis, terutama turis asing. Turis yang datang ke Kaltim merasa belum lengkap jika tidak pergi ke Tenggarong. Karena tempat ini menyimpan sejarah yang tak ada habisnya digali dan ditulis.
Prasasti Batu Yupa, salah satu di antaranya. Selain silsilah dan kisah para sultan pun terpatri di sana. Juga barang purbakala peninggalan mereka. Saya tertarik banyak hal di sana.
Namun, kiranya satu-satu saja dibahas dan dikeluarkan di portal media informasi dan dan komunikasi kita ini. Mulai dari alif. Yakni simbol kerajaan Kutai. Yang mulai dari teka teki.
Unik. Sungguh unik!
***
Bionarasi
R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.
Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.
Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.