| Penulis: Maria Fransiska
Jika mendengar nama “Sarang Semut”, pikiran beberapa orang pasti tertuju pada rumah atau mukim semut. Sebenarnya, sarang semut di sini mengacu pada tanaman herbal yang berkhasiat.
Pada zaman baheula, meski jarang ditemukan mantri atau tenaga kesehatan lainnya. Jika ada orang yang sakit, maka (dukun) orang Dayak meramu obat tradisional. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang tumbuhan, mereka dapat menangani dan memulihkan berbagai penyakit.
Kini meski terjadi modernisasi, pengobatan modern pun telah diperkenalkan. Lantas tak membuat orang Dayak meninggalkan pengobatan tradisional. Meski terancam punah, terdapat beberapa tumbuhan yang hingga hari ini masih kerap digunakan. Salah satunya sarang semut (Myrmecodia pendans). Bagian sarang semut yang digunakan untuk pengobatan adalah umbinya. Berkhasiat menyembuhkan diabetes, wasir, diare, penyakit jantung, bahkan penyakit mematikan, seperti kanker.
Di Indonesia, sarang semut yang terkenal adalah sarang semut dari Papua. Dengan sistem pengolahan yang modern, ekstrak Myrmecodia ini diolah dalam bentuk teh dan kapsul. Dan dapat ditemukan di marketplace, harganya berkisar Rp150ribu – Rp200ribu.
Sebutan di Daerah
Di Indonesia terdapat beragam penyebutan untuk tanaman sarang semut.
Papua : nongon
Jawa : Urek-urek Polo
Sumatra : kepala beruk/rumah semut
Morfologi
Sarang semut banyak tumbuh di Kalimantan, Sumatra, Papua Nugini, Filipina, Kamboja, Malaysia, Cape York, Kepulauan Solomon, dan Papua. Tanaman ini paling banyak ditemukan di padang rumput. Juga ditemukan di hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m di atas permukaan laut. Sarang semut hidup dengan cara menempel pada batang pohon inangnya, yaitu pada pohon karet, rambutan, cempedak, leban, dll.
Ciri-ciri
Tumbuhan sarang semut terdiri dari batang, daun, bunga, dan umbi.
Batangnya tidak bercabang. Ruasnya pendek dan berwarna coklat muda keabu-abuan. Sarang semut berdaun tunggal dan bertangkai. Daunnya terkumpul di ujung batang berwarna hijau. Berbentuk corong. Panjangnya 20-40 cm. Lebar 5-7 cm. Tiap helaiannya agak tebal dan lunak. Bagian tepinya rata dan tulang daunnya berwarna merah. Pembentukan bunganya dimulai sejak terbentuknya beberapa ruas pada tiap buku. Bunganya berwarna putih. Sedangkan umbinya berbentuk bulat saat muda dan lonjong memendek. Dan memanjang saat tua. Umbinya terdapat duri.
Daya tarik tumbuhan ini terdapat di bagian umbinya. Dimana banyak semut yang berkoloni. Mereka bersarang sehingga terbentuk seperti labirin di dalamnya. Semut yang ada di dalam labirin Myrmecodia adalah semut Ochetellus sp. Di dalam labirin ini terjadi simbiosis mutualisme antara semut dan Myrmecodia. Semut akan melindungi dari herbivora dan predator lain. Nah, myrmecodia ini menjadi “rumah” yang nyaman dan aman. Sekaligus menyediakan pakan. Umbinya mengandung gula untuk kelangsungan hidup keluarga semut.
Daftar Rujukan:
Florentinus, J. Sarang Semut Berantas Penyakit Maut. Yogyakarta. Gapura Publishing. Hlm. 24-25. 2013
***
Bionarasi
Maria Fransiska dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 21 Desember 1995. Copyeditor di Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja di Andi Publisher (CV. Andi Offset Yogyakarta) editor e-Book. Beberapa kali ikut dalam penulisan antologi cerpen, salah satunya Antologi Cerpen “Ganar” (2021).