27.4 C
Singkawang
More
    BerandaPolitikAgati Sulie Mahyudin: Wanita Dayak Terjun di Dunia Politik

    Agati Sulie Mahyudin: Wanita Dayak Terjun di Dunia Politik

    | Penulis: R. Masri Sareb Putra

    Wanita Dayak terjun di dunia politik, masih sangat langka. Ke dalam bilangan manusia langka itulah Agati Sulie Mahyudin dapat dimasukkan.

    Mengenal Partai Golkar sejak kecil, membuat Agati jatuh cinta karena biasa. Hal itu karena dulu ayahnya pengurus partai Golkar di Kabupaten Kapuas. Dan setelah bersuami, ia masih bertemu dengan politikus partai Golkar yaitu H. Mahyudin, ST., MM. yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI.

    Ayah dan suami seperti memberi Agati sisi seimbang yang saling melengkapi. Ayah meletakkan dasar dan menumbuhkan minatnya pada dunia politik. Sementara suami adalah guru, sekaligus pembimbingnya.

    “Peranan suami sangat besar dalam karier saya saat ini. Kami suami istri terpilih menjadi anggota DPR RI dengan Dapil yang berbeda,” tandasnya. Ia duduk di Komisi II yang membidangi Urusan Dalam Negeri dan Mitra Kerja Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional, Sekretariat Kabinet, Ombudsman RI, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Kementerian PAN-RB, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

    Sebagai keturunan Dayak, Agati mempunyai catatan silsilah yang dinamakan “Jereh”. Tapi di jereh itu, cuma tertulis nama nenek. Dan ketika nenek menikah dengan laki-laki biasa maka silsilah keturunan tidak tertulis lagi dalam jereh tersebut.

    Wanita kelahiran 28 Oktober di desa Aruk, kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah ini anak pertama dari 5 bersaudara. Ayah mereka Denir Dagub dan ibu Dinae Dagub. Agati menyelesaikan SMA Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Lalu melanjutkan pendidikan tinggi dan lulus S-1 di STIEI Banjarmasin.

    Siapa pun, menurutnya, dapat membangun negeri ini sesuai minat, bakat, dan juga kesempatan. Khusus dirinya, Agati merasa terpanggil berkiprah di ranah politik. Maka, ia pun masuk Golkar dan sepenuhnya mencurahkan tenaga dan pikiran untuk partai berlambang pohon beringin itu. 

    Pada Pemilu Legistalif 2014, Agati mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Tengah. Sebagai nomor urut 2, wanita ini mengayuh perahu Golkar. Setelah berjuang, hingga titik darah penghabisan, usahanya tidak sia-sia. Ia pun dilantik menjadi anggota DPR RI dan tercatat sebagai warga yang berkantor di Senayan.

    Begitu resmi sebagai wakil rakyat, Agati mengunjungi desanya sendiri. “Desa kelahiranku Aruk, desa pertama yang aku kunjungi setelah dilantik jadi DPR RI. Disambut acara adat manetek pantan,” tulisnya di beranda Fb-nya.

    Seperti diketahui, manetek pantan ialah kayu penghalang yang dipasang membentang jalan dan dipotong sampai putus dengan mandau adalah ritual adat Dayak ketika menyambut seseorang yg sangat dihormati.Hal yang menarik, wanita politikus ini kerap mengenakan atribut Dayak. Sebilah mandau terlilit di pinggangnya. Kemudian, menghunus madau itu, untuk memotong penghalang jalan. Dalam bahasa setempat, upacara masuk kampung ini disebut “manetek pantan“. Sebagai simbol apa pun hambatan bisa dilalui, asalkan ada kemauan.

    Agati juga mahir menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan handai tolan, sahabat, masyarakat terutama konstituennya. Dari status yang rajin di-up date, ia mengomunikasikan pemikiran dan kiprahnya sebagai wakil rakyat. Selain masalah nasional, ia pun peduli pada apa yang dirasa di daerah pemilihan. Darurat asap di Kalteng yang terjadi Agustus-September 2015, berusaha dikomunikasikannya ke pusat untuk segera ditangani secara saksama.

    Dari pergaulan dan kiprahnya terkesan Agati tidak jaim (jaga image). Ia bergaul dan berkomunikasi dengan semua kelas dan golongan. Bahasanya dalam berkomunikasi pun populer. Dari hal yang sederhana dan tampak sepele ini tercermin bahwa ia sungguh rakyat dan mewakili rakyat sebab populer sesungguhnya dari kata “populus” yakni rakyat atau orang kebanyakan. Sesuai pula dengan syair lagu Iwan Fals “Surat buat Wakil Rakyat” berikut ini: Wakil rakyat seharusnya merakyat. Jangan tidur waktu sidang soal rakyat.

    Agati berusaha memenuhi amanah Iwan dan konstituennya. Ia merakyat. Dan selalu aktif, bahkan antusias, dalam sidang-sidang soal rakyat. Pada sidang soal rakyat tentang tenaga guru dan darurat asap Kalteng, tak setitik pun ia dihinggapi rasa kantuk.

    Sebagai seorang wanita, ia ingin kariernya sukses tanpa melupakan kodrat sebagai seorang istri bagi suami dan seorang ibu bagi anak-anak. “Saya tidak berjanji muluk-muluk kepada masyarakat Kalteng, khususnya suku Dayak. Saya minta doa dan restu agar bisa di beri kekuatan iman dalam bekerja dan kesehatan sehingga saya bisa terus bekerja dan memberikan yang terbaik sehingga membuat mereka bangga mempunyai aku,” paparnya.

    Momen terindah dalam hidupnya, menurut Agati, “Adalah ketika melihat orang-orang di sekitar tersenyum dan bahagia karena merasa ada aku di balik semua itu. Walaupun saya adalah perempuan Dayak pertama yang duduk di Senayan dari Kalteng, bukan berarti lebih pintar dan hebat. Masih banyak perempuan Dayak hebat di luar sana, tapi tidak pernah diberi atau mendapat kesempatan saja,” imbuhnya.

    Agati berharap ke depan akan banyak perempuan Dayak terjun ke politik sehingga bisa maju dan bersaing di Pemilu mendatang dan bisa melenggang menuju Senayan. Ia memberi catatan, “Wanita boleh berkarier setinggi mungkin, menuntut kesetaraan gender. Tapi jangan pernah melupakan kodratnya. Tidak ada kata ‘tidak bisa’. Kalau saya bisa, Anda pun pasti bisa,” katanya memberi semangat pada puaknya.

    Referensi

    R. Masri Sareb Putra. 2015. 101 Tokoh Dayak Yang Mengukir Sejarah 2. Tangerang: Essense. Hlm. 1-4.

    ***
    Bionarasi

    WhatsApp Image 2021 08 06 at 10.27.34

    R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.

    Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.

    Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita