26.2 C
Singkawang
More
    BerandaSastraBerjumpa dalam Khayalan

    Berjumpa dalam Khayalan

    | Penulis: Oktafianus Candra

    Aku merasa di penghujung musim ini yang akan berlalu masih ada banyak kejadian yang terlewati tanpa makna. Namun banyak bekas gores-gores luka bekas pena pada kertas bekas bungkus gorengan tadi pagi.

    Aku yakin kamu pasti tidak dapat menyembunyikannya di balik raut wajah kusut yang siang ini dipenuhi oleh dilema mimpi tadi malam. Tentang akan tiada keabadian dalam pertemuan yang berlangsung.

    Kecuali hati kita yang mengalami perubahan sebagai sesuatu yang ada dan abadi dalam kehidupan, yakin Aku merasa sedikit angkuh dan enggan bergegas dari pertemuan ini.

    Terutama saat waktu kita masih diberi kesempatan waktu itu. Aku yakin kita tidak menyadarinya bahwa ada sesuatu yang sempat terlihat namun kita tidak tahu itu apa. 

    Mari kita berlari jauh ke belakang untuk mengenang semua yang berlalu, lihatlah ada rona merah manis dan berair dari mata mu ingat kah? Aku rasa itu waktu itu kita sedang berada dalam pergulatan tentang tujuan dari sini. Aku yakin masih ada waktu yang panjang untuk pertemuan kita selanjutnya walaupun hanya dalam khayalan.

    Pergulatan pasti akan datang dan setia menemani terutama saat raga lain bertanya hati yang dimiliki ini akan ke mana, mungkin dengan harapan mereka juga bersedia menemukan perubahan.

    Iya perubahan seperti koran yang dulu itu. Seperti dalam ingatan selalu dijajak dalam bentuk lembaran kertas di pinggiran jalan ataupun perempatan. Nah, sekarang itu sudah berubah sayang.

    Mereka sudah menggunakan media elektronik sayang. Seperti yang saban hari kamu lakukan dalam ingatan yang menjadi kenangan. Sepertinya itu hanya sedikit berubah sampai kita bersua dalam khayalan.

    Diri ini masih sangat yakin bahwa jika sisi lain tidak mudah untuk mencapai pada ketiadaan yang abadi. Hanya saja yang masih dapat dipahami seluruh semesta ini, itu juga termasuk sesuatu yang ada dan kita mungkin akan selalu berdampingan.

    Seperti hitam dan putih, senang dan sedih, sampai pada panas dan dingin. Jujur saja jangan sampai dunia menelanjangi waktu untuk membuktikan sejatinya kita hanya berbalut daging yang segar dibalikkan tumpukan tulang yang juga tidak abadi dalam masanya.

    Aku membenci tapi di sisi lain ada cinta yang datang dari celah-celah keraguan apakah benar aku sungguh membenci atau bahkan benar aku mencinta.

    ***

    Bionarasi

    PicsArt 05 05 08.30.01 Oktafianus Candra

    Oktafianus Candra dilahirkan di Kemangai pada 18 April 1998. Berasal dari suku Dayak Uud Danum, Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

    Menyukai sastra. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya, Jawa Timur.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita