27.4 C
Singkawang
More
    BerandaSastraCerita Anak | Burung Hantu Yang Pemberani

    Cerita Anak | Burung Hantu Yang Pemberani

    | Penulis: Siswanto

    Matahari berangsur-angsur menghilang, digantikan dengan bias cahaya bintang yang temaram. Hutan tampak sepi lengang tanpa kicau burung dan derik jangkrik. Di hutan itulah kawanan burung hidup rukun dan saling menjaga satu sama lainnya.

    Tak terkecuali si burung hantu. Saat kawanan burung tertidur pulas dalam sangkarnya, burung hantu berpatroli mengelilingi hutan belantara, tanpa sepengetahuan burung-burung lainnya.

    Saat terbang melintasi cakrawala menembus gelap gulitanya malam, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang tidak diketahui siapa gerangan.

    “Tolong… tolong… tolong,” suara itu terdengar jelas dari balik dedaunan. 

    Mendengar teriakan itu burung-burung lain beterbangan keluar dari sangkarnya, pun demikian dengan sang burung hantu datang mendatangi sumber suara. Akan tetapi, burung hantu terakhir sampai ke tempat sumber suara itu.

    “Lihat telur-telurku hilang tidak tahu kemana?” ujar burung Punai.

    Mendengar laporan dari burung punai, sang elang pun marah bukan kepalang. Ia mengajak semua bangsa burung untuk bersama-sama menyelidiki dan mencari siapa gerangan telah berani mengganggu ketenangan warga burung di hutan ini, dengan cara mengambil telur-telur burung Punai itu.

    ***

    Semburat warna kuning keemasan nampak jelas di ufuk timur, pertanda ukiran warna fajar telah tiba, bias cahaya yang tampak di antara dedaunan membentuk lingkaran kecil dan dipantulkan oleh air sungai menambah indah hutan-hutan yang masih terjaga.

    Burung-burung tampak asyik menikmati pagi, mereka terbang bebas melintasi hutan untuk mencari makan, burung-burung ada yang memakan biji-bijian, dan memakan serangga kecil, serta ada juga yang memakan cacing dengan cara mengais-ngais tanah.

    Setelah pulang mencari makan, mereka menuju singgasana sang elang, semua kawanan burung datang menghadiri undangannya. Mereka berkumpul untuk mencari siapa pelaku yang telah mengganggu ketenangan di hutan kita selama ini.

    “Apakah semua sudah berkumpul?” Tanya sang elang.

    Kawanan burung itu pun lalu saling melihat satu sama lainnya

    “Sudah tuanku,” ucap si burung perenjak, burung mungil yang memiliki kicau sangat merdu.

    Guna memastikan keberadaan semua burung, sang elang pun memanggilnya satu per satu. Tiba giliran si burung hantu, kecuali burung hantu tidak ada di antara semua kawanan burung. Mereka saling memandangi satu sama lainnya, dan bertanya-tanya ke mana gerangan burung hantu itu jika pagi dan siang hari, mereka tidak pernah bertemu dengannya saat mencari makan.

    “Tuanku, bagaimana kalau kita panggil saja si burung hantu itu,” burung Pelatuk pun mengusulkannya.

    “Ide yang bagus itu,” sahut burung beo.

    “Tenang-tenang rakyatku, kita tunggu sampai beberapa saat lagi pasti dia datang, tidak mungkin burung hantu tidak menghadiri acara sepenting ini,” sang elang dengan bijak menenangkan warga burung.

    Setelah menunggu beberapa lama burung hantu tidak terlihat batang hidungnya. Sang elang meminta kepada si beo untuk memanggilnya.

    ***

     ekheek… ekheek… ekheek

    “Suara dengkuran siapa itu?” burung beo penasaran.

    “Wah pasti pemalas sekali itu, kan sudah siang, saat kita untuk mencari makan mengapa dia masih tidur,” burung beo pun bertanya-tanya dalam hati.

    Burung beo terbang mendekatinya, burung beo melihat yang sedang tertidur pulas itu adalah burung hantu.

    “Burung hantu bangun,” pinta si beo.

    “Ah siapa sih mengganggu tidurku saja,” gerutu burung hantu, akan tetapi burung hantu tidak menghiraukannya.

    Burung beo memanggilnya berulang kali akan tetapi, burung hantu yang masih tampak mengantuk tidak menghiraukannya. Burung beo pun pergi dan melaporkan kejadian itu kepada sang elang. Mendengar laporan itu burung elang pun masih berfikir bijak, mungkin saja dia sakit atau terlalu kelelahan.

    Rapat pun dimulai kawanan burung bersepakat untuk bekerjasama mencari tahu siap gerangan yang mengambil telur-telur burung punai itu. Mereka akan berjaga secara bergantian antar waktu, ada yang berjaga di pagi sampai sore hari, kemudian dilanjutkan dengan malam hari oleh burung yang lainnya.

    ***

    Beberapa hari berselang tidak ada hal-hal mencurigakan yang dapat dilaporkan kepada sang elang. Sang elang pun memanggil semuanya bangsa burung untuk rapat kembali. Sudah ke sekian kali rapat dilaksanakan, akan tetapi burung hantu tidak pernah mendatanginya, sehingga menimbulkan tanda tanya diantara bangsa burung.

    “Wahai tuanku, kecurigaan mengarah kepada si burung hantu itu, coba lihatlah sudah kesekian kali kita melaksanakan rapat, tetapi burung hantu tidak pernah mendatanginya,” ujar si burung beo.

    “Benar tuanku, bisa saja dia takut ketahuan dengan tuan,” burung yang lain saling menimpali.

    “Tenang-tenang kita jangan gegabah menuduh tanpa bukti, itu sama saja memfitnah bisa membahayakan yang lain, terlebih diri kita,” Sang elang menasehati.

    Rapat pun berakhir tanpa ada kesepakatan sama sekali, mereka diharapkan saling waspada dan jangan sampai termakan berita yang belum tentu kebenarannya. Mereka saling bertanya-tanya siapa gerangan yang berbuat tidak baik itu, dengan mengambil telur bangsa burung.

    ***

    Bangsa burung saling curiga dengan burung yang lainnya, mereka saling tidak percaya satu sama lainnya.

    “Beo… beo, kemarilah,” bisik si burung perkutut.

    “Ada apa?” burung beo penasaran.

    “Aku kemarin melihat burung hantu terbang saat petang menjelang?” imbuhnya.

    “Ah yang benar saja kamu, mana mungkin burung keluyuran malam-malam,” tegasnya.

    “Benar, kalau tidak percaya besok ikutlah denganku kita tunggu di pohon itu,” burung perkutut sembari menunjuk ke arah pohon itu.

    Burung beo dan burung perkutut bersepakat untuk bertemu besok malam di tempat yang telah mereka sepakati.

    Keesokan hari harinya, saat malam menjelang burung beo dan burung perkutut bertemu, mereka menunggu dengan sabar sampai burung hantu keluar dari sarangnya. Tak berapa lama penantian burung beo pun terjawab, burung hantu keluar dari sarangnya dan terbang mengelilingi hutan.

    “Aah benar apa yang kau katakan!” ujar si burung beo.

    Burung perkutut hanya mengangguk.

    “Baiklah besok kita menghadap tuan elang, kita berikan kabar gembira ini kepadanya!” burung beo dan burung perkutut pun sepakat menghadap sang elang.

    Setelah membuat kesepakatan burung beo dan burung perkutut kembali ke sangkarnya masing-masing. Burung beo tampak senang karena hutan akan kembali aman seperti sedia kala, harapnya.

    ***

    Burung perkutut pun mendatangi sangkar burung beo mereka terbang bersama-sama menuju singgasana sang elang, mereka berdua ingin melaporkan bahwa mereka telah menemukan pelakunya. Mereka terbang sangat terburu-buru karena ingin segera memberitahu kabar gembira ini. Sesampainya di singgasana sang elang, burung beo dan burung perkutut tanpa berbasa-basi langsung melaporkan apa yang dilihatnya tempo hari.

    Sang elang sangat berhati-hati memutuskan berita yang diterimanya, agar tidak ada yang dirugikan dari keputusan yang diambil. Burung elang memanggil agar burung merpati untuk memberikan pertimbangan.

    Burung merpati memberikan saran agar semua bangsa dapat berkumpul menjelang malam di pohon besar di sebelah barat. Tidak menunda waktu lagi sang elang pun mengumumkan agar semua burung berkumpul di pohon sebelah barat yang di tunjukan oleh si burung merpati.

    ***

    Burung hantu terbang terseok-seok malam itu, karena burung hantu menghalau binatang yang ingin mengambil telur-telur burung, Sayapnya terluka yang mengakibatkan dia tidak bisa berpatroli pada malam hari lagi.

    Setelah lama sekali menunggu sang elang dan burung-burung lainnya tidak mendapati burung hantu keluar sangkarnya. Sang elang mengajak semua burung berkumpul dan melihat keberadaan burung hantu, ada atau tidaknya si burung hantu itu di sangkarnya. Benar saja burung hantu berada di dalam sangkar sembari menahan rasa sakit.

    Betapa terkejutnya burung hantu melihat sang elang dan semua burung mendatanginya, burung hantu berfikir jika teman-temannya itu ingin menengok keadaannya.

    “Wahai burung hantu bagaimana keadaanmu?” tanya sang elang.

    “Baik!” jawabnya karena tidak ingin menampakkan kesusahan atau kesakitannya kepada orang lain.

    “Burung hantu, beberapa hari terakhir bangsa burung semakin was-was karena telur-telur mereka banyak yang hilang, apakah engkau sudah mengetahuinya?” tanya sang elang

    Burung hantu pun mengangguk, mengisyaratkan bahwa dia juga mengetahuinya.

    “Dan aku mendengar kabar bahwa engkau selalu keluar pada malam hari, apakah betul itu?”

    “Iya,” jawabnya lirih.

    “Apa yang kau kerjakan malam-malam seperti itu?” tanya sang elang kembali.

    Burung hantu pun menjelaskan kalau, dia diciptakan oleh Tuhan untuk mencari makan di malam hari. Binatang yang mencari makan atau aktif di malam hari disebut juga sebagai binatang nokturnal.

    “Ah mana mungkin dia mengaku, kalau burung hantu yang melakukannya, serasa tidak mungkin orang yang berbuat salah mengakui kesalahannya!” tandas si burung beo.

    “betul… betul itu,” burung-burung saling bersahutan.

    Mendengar desakan dari teman-temannya, burung hantu merasa terpojokan, burung hantu yang dituduh tanpa bukti yang jelas merasa tidak terima, dan membongkar semuanya.

    “Apakah kalian tahu saat kalian terlelap tidur aku selalu terbang berpatroli mengamankan kalian!” tegasnya.

    “Ah rasa tidak mungkin, sebelum kejadian ini, kau selalu tidak pernah datang menghadiri rapat yang diadakan oleh bangsa burung, apakah itu bukan bukti yang jelas,” tandas si burung beo.

    “Betul… betul seandainya kau selalu turut serta dalam rapat tentu saja kami tidak akan menuduhmu yang bukan-bukan.”

    Mendengar kegaduhan yang semakin menjadi, sang elang menenangkan dan meminta pertimbangan dari si burung merpati.

    “Wahai semua bangsa burung bicaralah secara bergantian agar burung yang lain dapat dan mendengarkan dan ikut serta dalam menilai masalah yang pelik ini!” pinta sang elang.

    “Baiklah kalau kalian merasa terganggu dengan keberadaanku, aku akan mengajukan syarat untuk membuktikan bahwa aku tidak bersalah”

    “Baiklah, sampaikan syaratmu wahai burung hantu!” pinta sang elang.

    “Datanglah engkau besok malam kemari jika di sangkarku ini berbau amis maka akulah yang bersalah, aku dan aku siap dihukum.”

    “Baiklah,” jawab si burung beo.

    ***

    Keesokan hari mereka berkumpul kembali, burung-burung satu persatu mendatangi sangkar burung hantu mereka tidak mencium sama sekali bau amis di sangkar burung hantu, kini tibalah giliran burung beo menciumnya, belum seberapa lama ia berpura-pura pusing karena mencium bau yang amis yang menyengat.

    “Burung merpati kini tiba giliranmu.”

    “Baiklah tuanku.”

    Burung merpati menghampiri sarangnya, dia tidak mencium bau yang membuat burung beo merasa pusing karena bau amis itu.

    “Wahai tuanku, aku tidak menciumnya!” tegasnya.

    Semuanya bertanya-tanya, sang elang pun membuktikannya sendiri dia juga tidak mencium bau amis. Karena salah satu dari bangsa burung mencium bau amis itu maka, keputusan diberikan kepada si burung merpati untuk memberikan pertimbangan.

    “Burung hantu karena salah satu ada yang mencium tentu saja kami harus menghormatinya!

    Burung hantu mengangguk mengiyakan, dan dia menceritakan kejadian yang sebenarnya.

    “Wahai sang elang dan seluruh bangsa burung, setiap malam aku terbang memang untuk mencari makan, akan tetapi saat aku mencari makan aku melihat binatang yang hendak mengambil telur burung kalian, dan aku menghalaunya. Aku mempertahankan diri agar tidak mengganggu kalian saat tidur dan tentunya membawa kegaduhan.”

    “Ah pintar sekali kamu mengarang cerita.”

    “Tidak sahabatku, jika engkau tidak percaya aku akan pergi meninggalkan tempat ini”

    Karena sudah tidak ada kepercayaan untuknya burung hantu pun berpamitan untuk pergi meninggalkan seluruh sahabatnya. Tanpa ragu sedikitpun dia meninggalkannya.

    Setelah kepergiannya kejadian bangsa burung masih saja yang kehilangan telur-telurnya. Sang elang sebagai pemimpin mereka tidak berdaya menghadapi masalah ini. burung beo dan burung perkutut pun merasa sangat bersalah karena telah membuat sahabatnya tertimpa beban yang tidak dilakukannya. Burung beo dan perkutut pun mengakui kesalahannya dan meminta kepada sang elang untuk mencari dan mengajaknya kembali bersama mereka.

    Berhari-hari burung beo dan burung perkutut terbang melintasi hutan dan padang rumput yang tidak diketahuinya, itu semuanya dilakukan untuk menebus kesalahannya. Mereka rela demi menebus kesalahannya melakukan yang terbaik untuk sahabatnya si burung hantu.

    Tanpa sengaja saat senja mulai tiba terdengar suara burung hantu yang kesakitan karena menahan serangan dari binatang yang lebih besar. Tanpa ragu-ragu burung beo dan perkutut pun ikut melindungi sahabatnya itu. Binatang itu akhirnya kabur meninggalkan mereka karena merasa tidak mampu lagi menahan serangan dari burung hantu dan kedua temannya.

    “Burung hantu maafkan kami, sekarang ikutlah lagi kau bersama kami di hutan sana kita akan hidup rukun kembali seperti sedia kala.”

    Sesampainya di hutan tempatnya tinggal burung hantu, burung beo dan burung perkutut pun disambut dengan siulan yang indah. Karena mereka telah belajar saling berlapang dada dan saling memaafkan. Bangsa burung menyadari jika permasalahan akan lebih baik jika diselesaikan secara bersama-sama dan bergotong-royong.

    ***

    Ka Siswanto nama lengkapnya, dia sangat suka sekali dengan cerita anak-anak, selain sebagai seorang pendidik ka Siswanto juga sebagai penulis cerita anak lho.

    Kegemarannya menulis cerita anak mengantarkannya meraih beberapa penghargaan, diantaranya sebagai kontributor tulisan favorit cerita rakyat Kalimantan Tengah yang diterbitkan oleh Lembaga literasi dayak, Balitapedia adalah buku yang ditulisnya dan diterbitkan di Ziyadbooks, Namaku Owa juga sudah dapat dinikmati karena diterbitkan oleh Balai Bahasa Kalimantan Tengah. 

    Yuk! saling bertukar cerita di 0822-5352-97

    ***

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita