26.5 C
Singkawang
More
    BerandaSastraCerpen | Gua Gimbang

    Cerpen | Gua Gimbang

    | Penulis: Lodomini

    Konon di daerah bernama Sepauq, hiduplah Pak Sale dan keluarga. Pak sale dan istri dikarunia dua orang anak. Guncang dan Gimbang. Mereka hidup sederhana sebagaimana orang kampung pada saat itu. Walau begitu mereka menikmati dan hidup bahagia.

    Keluarga ini hidup dengan penuh kesederhanaan sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat pada saat itu. Namun mereka cukup bahagia menjalani kehidupannya setiap hari. Suatu ketika pak Sale menyuruh kedua Putranya untuk pergi menangkap ikan.

    “Guncang kamu ajak adikmu pergi cari lauk ya buat kita makan,” kata pak Sale.

    “Ia Pak, nanti saya ajak Gimbang pergi mukat,” jawab Guncang.

    “O… baiklah! ke mana kalian akan pergi mukat,” tanya pak Sale.

    “Di sungai Senaor saja lah Pak. Di situ juga banyak ikannya,” jawab Guncang.

    “Tapi menurut bapak lebih baik di sungai Lekakas saja atau demarud,” terang pak Sale.

    “Yaah… terlalu jauh kalau ke Lekakas,” jawab Guncang.

    “Ya sudah kalau begitu, di mana adikmu? coba panggil dia kemari,” pinta pak Sale.

    “Baik Pak, saya mencari Gimbang dulu,” seru Guncang.

    Guncang pergi mencari Gimbang dan beberapa saat kemudian mereka kembali kepada Ayahnya

    “Gimbang, kamu pergi sama abangmu ya, cari ikan di sungai Naor,” kata Pak Sale.

    “Wah… pak di sungai Naor tidak banyak ikannya,” jawab Gimbang.

    “Tadi abangmu bilang banyak ikan di situ. Lalu menurut kamu di mana yang banyak ikannya,” tegas pak Sale.

    “Di sungai Demarud Pak banyak ikannya,” terang Gimbang.

    ***

    “Gak… kita akan ke Senaor saja kemarin saya sudah ngecek disana banyak ikannya,” desak Guncang.

    “Baiklah kalau begitu, kalian pergilah nanti keburu siang,” perintah Pak Sale.

    Berangkatlah kedua kakak adik itu untuk pergi menangkap ikan di sungai Senaor. Pada petang hari mereka kembali dengan membawa tangkapan yang lumayan banyak. Ketika mereka tiba di rumah kedua orang tuanya menyambut mereka dengan gembira. Demikianlah mereka menjalani kehidupan hari lepas hari.

    Sampai pada suatu hari dimana mereka akan melaksanakan sebuah tradisi tahunan yang di sebut “Tahun baru padi” yang lebih di kenal dengan “Gawe Dayak” yang biasa di lakukan setelah habis panen padi setiap tahunnya.

    Dalam tradisi itu biasa di adakan hiburan malam yang di sebut “Jonggan” sebuah hiburan musik tradisional yang menambah meriahnya acara malam itu. Guncang dan Gimbang juga hadir di situ.

    “Bang meriah juga acara kita tahun ini ya,” kata Gimbang.

    “Ia Dik, benar. meriah sekali,” jawab Guncang.

    “Bang, abang sedang memperhatikan apa,” tanya Gimbang.

    “Adalah, mau tau aja kamu,” seru Guncang.

    “Saya perhatikan dari tadi abang senyum-senyum sendiri,” kata Gimbang.

    Guncang; “Dik, coba kamu lihat gadis yang baju merah itu, cantik sekali ya,” terang Guncang sembari menunjuk ke arah gadis berbaju merah.

    “O… itu si Otok Bang anak kampong sebelah,” sahut Gimbang.

    “Kamu kenal kah sama dia,” tanta Guncang penasaran.

    “Belum bang, hanya dengar-dengar dari orang,” jawab Gimbang.

    Guncang; “Kalau begitu nanti selesai acara hiburan kita kenalan sama dia ya,” ajak Guncang.

    “Ia bang,” jawab Gimbang.

    Tanpa di sadari oleh Guncang dan Gimbang waktu seakan berlalu begitu cepat. Mereka segera menghampiri Si Otok dan menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Si Otok pun menyambut dengan senang hati. Perkenalan itu kemudian berlanjut saling mengunjungi dan ternyata kedua kakak adik itu menaruh hati kepada Si Otok.

    Tetapi Si Otok Lebih tertarik kepada Gimbang sehingga menimbulkan sakit hati Guncang dan ia berniat mencelakai adiknya sampai pada suatu hari Guncang mengajak adiknya untuk mencari kekelawar di sebuah Gua.

    “Dik sudah lama kita tidak makan daging,” kata Guncang.

    “Ia bang, terus apa rencana abang,” sahut Gimbang.

    “Saya ada rencana cari kelelawar, kamu mau gak,” ajak Guncang.

    “Boleh juga tu bang, tapi dimana kita cari,” jawab Gimbang.

    “Di tempat kita ada beberapa Gua, dan rata-rata banyak kelelawarnya,” terang Guncang.

    “Terserah abang saja, saya tinggal ikut,” seru Gimbang.

    “Kalau begitu kita ke Gua Bawan aja ya,” usul Guncang.

    “Siap bang, ayo kita berangkat,” seru Gimbang penuh semangat.

    Kemudian keduanya mempersiapkan peralatan yang di perlukan dan berangkat menuju Gua Bawan. Setibanya di sana mereka turun melalui akar pohon beringin yang merambat masuk melalui lobang Gua. Dan itu adalah satu-satunya jalan untuk masuk ke dalam Gua. Menjelang sore mereka bersiap-siap akan pulang.

    “Bang sepertinya sudah sore, waktunya kita pulang,” kata Gimbang.

    “Baiklah, kamu kemas-kemas semua barang kita dan segera pulang,” Jawab Guncang.

    “Sudah bang, sudah siap,” seru Gimbang.

    “Kalau begitu abang naik duluan ya,” pinta Guncang.

    “Gak bang, saya duluan, saya takut,” kata Gimbang.

    “Ah… masa anak laki-laki penakut,” seru Guncang.

    “Hari sudah hampir gelap, saya takut bang,” keluh Gimbang.

    “Gak usah takut di sini gak ada apa-apa, abang naik duluan, nanti baru kamu naik ya,” terang Guncang dengan tegas.

    “Baiklah bang, kalau begitu abang naik lah duluan,” kata Gimbang pasrah.

    Kemudian Guncang naik dari dalam gua melalui akar pohon dan setibanya di atas, ia segera mengambil parang yang di bawanya dan memotong semua akar pohon itu sehingga Gimbang tidak bisa keluar. Guncang pulang meninggalkan adiknya di dalam Gua. Semua memang sudah di rencanakan Guncang jauh-jauh hari.

    Sesampai di rumah Guncang menyampaikan berita kepada orang tuanya dan penduduk setempat bahwa adiknya Gimbang tersesat entah ke mana. Kedua orang tua Gimbang dan kerabat serta penduduk setempat berusaha mencari keberadaan Gimbang tetapi mereka tak menemukannya. Gimbang dianggap telah tiada.

    Tanpa mereka ketahui bahwa sebenarnya Gimbang masih hidup. Dan untuk mempertahankan hidupnya di dalam gua Gimbang makan kelelawar dengan mengapitnya di bawah ketiaknya. Sementara untuk minum ia mengambil air yang mengalir melalui celah-celah gua.

    Dalam gua Gimbang duduk tanpa berdaya memikirkan nasibnya yang sebentar lagi akan mati. Tetapi ketika ia melihat secercah sinar dari kegelapan di ujung Gua maka bangkitlah semangatnya. Ia kemudian menuju arah datangnya sinar itu dan mulai menggali dengan alat seadanya. Berkat kerja kerasnya selang beberapa waktu kemudian lobang galiannya menembus keluar. Dan ia bisa keluar dengan selamat dari dalam Gua.

    Tanpa berpikir panjang Gimbang langsung berlari pulang ke rumahnya dengan amarah yang menyala-nyala terhadap abangnya. Dan tanpa basa basi Ia langsung membunuh abangnya dan merebut kembali Si Otok yang telah di nikahi abangnya secara paksa.

    Penduduk kampong menjadi sangat heran mengapa Gimbang tega membunuh abangnya. Kemudian Gimbang menceritakan kejadian yang sebenarnya bahwa abangnya tega meninggalkannya di sebuah Gua. Gimbang juga menceritakan bagaimana ia bisa bertahan hidup hingga akhirnya selamat, keluar dari Gua itu. Sejak saat itulah Gua di mana Gimbang di tinggalkan Guncang oleh masyarakat setempat di namakan Gua Gimbang.

    ***

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita

    1 KOMENTAR