| Penulis: Sanon
Detikborneo.com – Cerita pilu datang dari berbagai penjuru. Ini bukan cerita peperangan, bukan pula kriminal kemanusiaan, bukan cerita intoleransi, apalagi pelanggaran HAM. Ini cerita tentang bencana akibat ulah corona, si virus mungil dari Wuhan yang sedang menggila. Dari Wuhan-Cina, dalam hitungan bulan ia menyebar ke 224 negara termasuk Indonesia.
Hadirnya sangat meresahkan seisi jagat raya. Banyak cerita lain yang dianggap tak berguna dibandingkan virus corona. Tidak kurang dari 3,7 miliar kali kata “Covid-19” dapat dijumpa dalam beranda google. Itu bukti bahwa media sosial dan media massa lainnya pun mengarahkan perhatiannya pada kasus wabah corona.
Banyak upaya telah dicoba, ragam solusi telah diberi untuk mencegah dan mengatasi penyebaran virus corona yang akrab disebut covid-19. Social distancing, tetap di rumah, bekerja dari rumah, budayakan cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), vaksinasi, merupakan beberapa diantara banyak solusi yang telah ditawar. Harapannya mampu memutus rantai penyebaran covid-19.
Namun fakta mencatat bahwa wabah tak kunjung usai. Seolah-olah ia belum puas mengganas, memangsa umat manusia. Data dari Gugus Tugas Covid-19, suatu tim bentukan Pemerintah yang konsen pada mitigasi covid-19 menunjukkan tren peningkatan kasus corona khususnya di Indonesia. Sampai hari senin, 17 September 2021, kasus wabah covid-19 di Dunia dan Indonesia khususnya dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:
No | Wilayah | Terkonfirmasi | Sembuh | Meninggal | |||
20-4-2020 | 16–9-2021 | 20-4-2020 | 16–9-2021 | 20-4-2020 | 17–9-2021 | ||
1 | Dunia | 2.285.210 | 226.236.577 | 155.124 | 4.654.548 | ||
2 | Indonesia | 6.760 | 4.181.309 | 747 | 4.181.309 | 590 | 139.919 |
3 | Kalimantan Selatan | 96 | 139.919 | 6 | 139.919 | 6 | 2,302 |
4 | Kalimantan tengah | 60 | 44,505 | 9 | 40,171 | 3 | 1,355 |
5 | Kalimantan Barat | 21 | 38,663 | 6 | 38,663 | 3 | 1,018 |
6 | Kalimantan Timur | 63 | 154,897 | 11 | 146,871 | 1 | 5,307 |
7 | Kalimantan Utara | 74 | 33.930 | 2 | 30.533 | 1 | 749 |
Sumber: Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kemkes RI
Wabah corona sebenarnya tidak terlalu mematikan. Namun proses penularan yang cepat membuat perhatian dunia pada kasus ini amat besar dibandingkan wabah MERS dan SARS. Dampak Covid-19 juga cukup beragam. Bukan hanya berdampak pada Kesehatan, melainkan juga pada perubahan sosial dan budaya, ekonomi dan psikologi. Antar anggota masyarakat tidak lagi leluasa berinteraksi.
Budaya bersalaman saja berubah dari berjabat tangan ke bentuk lain seperti salam namaste, salam dari hati/salam dada, senyum dan bentuk salam lainnya. Masalah ekonomi dan psikologi turut mewarnai ragam persoalan di negeri ini. Masyarakat kecil seperti buruh harian lepas, pekerja becak, transportasi online dan konvensional serta para pedagang cukup merasakan dampaknya.
Pedagang tas di bilangan pasar sudimampir Banjarmasin misalnya mengatakan terjadi penurunan pendapatan yang drastis. Sebelumnya rata-rata bisa laku 10 buah tas, kini paling banyak 2 buah. Begitu juga pekerja becak dan ojek di depan kampus STT GKE yang sebelumnya bisa dapat rata-rata 900 ribu/bulan, kini paling tinggi dapat 250 ribu/bulan.
Belum lagi masalah psikologis yang dialami sebagian orang. Para medis yang tangani covid tidak leluasa bertemu keluarganya. Banyak juga orang penting yang meninggal dan dimakamkan dalam kesunyian tanpa upacara kehormatan atau sepi pelayat atau dimakamkan segera setelah tiada. Bisa dibayangkan betapa tertekannya batin anggota keluarga yang ditinggalkan.
Pertanyaannya ialah di manakah hadirmu lembaga agama dalam kondisi bumi yang merintih sedih? Di manakah hadirmu lembaga agama Ketika rakyat memerlukan sesuap nasi? Di manakah hadirmu lembaga agama ketika para medis perlu bantuan alat kesehatan terutama APD? Akankah jejak kaki pelayanan mereka tersisa untuk membantu para pemulung dan tukang becak, pekerja ojek konvensional dan rakyat jelata? Ataukah mereka sibuk dalam ritual tanpa aksi sosial? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini amat layak dialamatkan kepada lembaga agama sebagai institusi suci yang hari-harinya mengajarkan moral dan kepedulian sosial, mengajarkan etika dan panduan hidup mulia.
Secara fungsional, agama termasuk di dalamnya lembaga keagamaan memang diperlukan kepekaannya dalam mengatasi masalah-masalah sosial akibat wabah covid-19. Kehadiran mereka harus menjadi angin segar bagi masyarakat terdampak covid-19.
Bantuan sosial seperti sembako, alat-alat Kesehatan, bakti sosial, konseling dan kepedulian sosial lainnya diperlukan. Kondisi seperti ini mestinya menjadi kesempatan bagi lembaga agama untuk berkontribusi bersama dengan berbagai pihak dalam mencegah dan mengatasi penyebaran covid-19. Anggap sajalah momen ini sebagai masa ujian bagi lembaga agama. Apakah mereka mampu mendaratkan ajaran sucinya pada tataran aksi dalam kehidupan nyata. Termasuk juga mereka diuji, apakah mereka bisa melakukan pelayanan lintas batas ataukah masih dalam kamar atau tembok ekslusivismenya? Idealnya wabah corona menuntut sinergi antaragama untuk melakukan aksi sosial bersama tanpa memandang perbedaan iman. Akankah hal itu terjadi? Sejarah dan jejak digital media massa akan mencatat semuanya.
***
Bionarasi
Sanon Dosen Tetap Pada STT GKE