| Penulis: R. Masri Sareb Putra
Historia vero testis temporum. Sejarah adalah saksi zaman.
Demikianlah sejarah memberikan kesaksian.Tentang Gubernur-Jenderal Hindia Belanda bernama lengkap Herman Willem Daendels.
Penguasa Hindia Belanda berambut gondrong ini omnipotens. Mempraktikkan kerja paksa. Mengganti para pejabat seenak udelnya. Serta berhasil dibanding para gubernur jenderal Hindia Belanda lainnya.
Namun, ia dijatuhkan dari takhta. Justru karena powerful. Mengiringi keberhasilannya yang luar biasa di tanah jajahan.
Awal kekerasan dan penindasan di Nusantara pada zaman Daendels adalah ambisi pribadinya. Pemutlakan kekuasaan karena berada di satu tangan.
Sebagai advokat, Daendels mafhum betul. Kuasa politik dan ekonomi, harus dibarengi dengan kuasa budaya. Maka simbol-simbol pribumi, diganti dengan istilah-istilah yang berbau Belanda.
Penduduk diperlakukan sesuai dengan kepentingan. Sedemikian rupa, sehingga terbentuk 5 kelompok penduduk. Namun, bersamaan dengan itu, VOC juga cemas akan kesatuan penduduk atas daerah asal. Buktinya, semakin dipilah-pilah, penduduk semakin membaur.
Daendels dipilih menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Justru pada saat politik di Negeri Belanda sedang terjadi kisruh dan penuh dengan intrik serta dinamika politik.
Pada 1804, Napoleon Bonaparte menjadi Kaisar, sedangkan saudaranya Louis menjadi Raja Belanda pada 1808. Praktis, Belanda adalah negara vasal Perancis.
Daendels, bekas advokat dari kota Hatten, dipandang sosok yang cocok mengamankan kepentingan wilayah jajahan Hindia Belanda di Nusantara. Terutama ancaman dari pencaplokan kekuasaan dan wilayah tanah jajahan itu dari Inggris.
Maka dikirim seorang berwatak keras, pintar, bertangan dan berhati dingin, bernama Daendels. Mulailah Daendels memangkas pengaruh dan kekuasaan lokal. Ia memutus semua kuasa di bawahnya.
Daendels mengontrol kekuasaan di dalam kompeni sendiri maupun kekuasaan raja-raja lokal dan keraton. Jawa dibagi-baginya ke dalam 9 prefektur. Agar mudah dikuasai.
Daendels berhasil dari banyak sisi. Ya politik, ya ekonomi, ya wibawa pemerintah Hindia Belanda di Nusantara.
Banyak keuntungan diraupnya. Ia menjual lahan kepada para pengusaha. Di Jawa Timur, Daendels berhasil mengumpulkan cuan sebesar 3,5 juta gulden dari menjual tanah. Sementara di Priangan, dipetiknya keuntungan dari sistem tanam paksa kopi (cultuur stelsel).
Dengan uang di tangan, Daendels membeli tanah di Buitenzorg (Bogor). Ia kemudian membangun mahligai di sana. Yang kini dkenal sebagai Istana Bogor. Kemudian, tanah dan bangunan itu dijualnya kepada penggantinya. Daendels untung tidak kurang dari1 juta gulden.
Akan tetapi, “sukses” Daendels membangun negeri jajahan, Nusantara, kemudian diputar balik. Dibikin isyu, Daendels membangun kerajaan sendiri di Nusantara. Jalur perhubungan yang terkenal Anyer-Panarukan pun dibangun paksa masa Daendels.
Pemerintah Belanda termakan isyu itu. Raja Belanda, Louis Napoleon, termakan isu, yang sengaja diembuskan oleh lawan-lawan politik dan bekas anak buah yang sakit hati.
Maka pada 1810. Daendels pun dipanggil pulang ke Negeri Belanda. Pada 22 November 1810. Jan Willem Janssens ditunjuk oleh Kaisar Napoleon menggantikan kedudukannya.
Tamatlah riwayat Daendels. Ia dihabisi oleh konspirasi-diam, yang tak ia lihat. Karena merasa omnipotens.
Begitulah cara kerja politik “kaum lemah tertintas yang termarjinalkan”. Menghukum si tangan besi meski sukses membangun kerajaan Hindia Belanda di Nusantara.
Sukses saja bisa jadi alat tunggangan melengserkan penguasa yang semena-mena.
Apalagi kegagalan.
sumber gambar: indo.wiki
***
Bionarasi
R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.
Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.
Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.