26.2 C
Singkawang
More
    BerandaSastraFoto Kenangan di Balik Awan

    Foto Kenangan di Balik Awan

    | Penulis: Lisa Mardani

    Sejenak aku memandang foto albumku yang terlihat usang dan warnanya pun telah memudar seiring perjalanan waktu dan dimakan oleh usia. 

    Namun, dari sekian banyaknya foto, ada selembar foto yang begitu menarik perhatianku hingga membawaku ke masa lalu.

    Meski usia foto itu sudah puluhan tahun, tapi masih nampak dengan jelas. Bersyukur pada saat itu ketika foto selesai dicetak langsung kulaminating agar tidak mudah rusak.

    Ya, selembar foto lama dengan berjuta cerita. Kenangan masa lalu yang pernah terlewati dengan suka dan duka mengarungi lautan, tantangan hidup hingga bisa berlabuh di tempat impian.

    Dalam foto itu tergambar guratan-guratan lara. Ketika telanjang kaki menapaki kerikil kehidupan di tanah Kalimantan. Menahan perihnya cobaan hidup yang serasa tersayat sembilu.

    Tapi, dibalik foto itu juga terlukis tawa yang menghias mimpi dengan pelangi. Berjuta torehan kenangan pahit manisnya kehidupan terukir dengan indah.

    Album foto kenanganku merupakan saksi sejarah dari seorang manusia biasa. Melihat foto-foto itu aku serasa kembali ke masa silam saat masa muda.

    Setiap orang pasti memiliki kenangan yang begitu membekas dalam kehidupan.

    Kala itu, senja menjelang malam kami sepakat untuk pergi ke studio foto yang ada di salah satu sudut kota Sintang. Tujuanya hanya untuk foto bersama. Maklum, kala itu belum ada HP kamera. Jika mau bikin foto harus datang ke studio foto. Sabar menunggu giliran untuk berfoto.

    Setelah satu jam menunggu, tibalah saatnya giliran kami untuk masuk ke ruang pemotretan. Petugas di studio foto menyodorkan beberapa contoh gambar/lukisan untuk latar pemandangan foto. Kami sepakat untuk memilih lukisan gambar awan biru di langit putih.

    Makna warna biru biasanya memberi kesan kuat dan tabah. Warna biru juga mengkomunikasikan pentingnya kepercayaan diri tanpa menciptakan perasaan sedih atau menyeramkan. Memandang awan di langit kerap memberikan ketenangan dan pikiran yang positif.

    Namun, awan yang terlihat putih dan halus seperti kapas bisa menjadi gelap dan tampak mengerikan ketika dipandang.

    Jika dimaknai lebih dalam, awan sangat terkait dengan kesedihan. Pasalnya, ia merupakan uap air yang mengumpul, setelah penuh ia akan menumpahkannya ke bumi. Hal itu seperti pribadi seseorang yang menahan emosinya, ketika sudah tak kuat menahannya, tak sadar air mata akan meleleh membasahi pipi.

    Menurut seorang filsuf awan Tazkiyah Ainul Qolbi, seorang yang memiliki sifat seperti awan dia akan mengikuti hukum alam yang membawanya, mengikuti setiap proses yang akan membentuknya menjadi sosok pribadi yang baru.

    Apabila manusia telah terbentuk dan telah hidup di dunia, manusia akan mencari hal yang baru bagi hidupnya. Menjalani kehidupan sesuai dengan apa yang digariskan alam padanya. 

    Seperti halnya awan yang senantiasa mengikuti hukum alam yang berlaku namun bukan berarti pasrah.

    Semakin bersemangat manusia dalam menjalankan kehidupannya maka akan menjadikan manusia itu menjadi sosok yang besar (terpandang). Tetapi ketika semakin besar pribadi manusia itu maka semakin banyak pula rintangan dan tantangan yang dimilikinya. Semakin banyak pula beban yang dikandungnya.

    Hukum alam tak selamanya menjadikan kita di atas atau di bawah. Hukum alam selalu mengajarkan kita untuk menjadi sosok yang bersyukur. Seperti halnya awan yang mengikuti hukum alam, ketika titik-titik air sudah ada pada titik jenuh maka bumi akan menariknya ke bawah dengan perlahan-lahan. Dan pada akhirnya titik-titik air itu menjadi hujan dan akan berputar kembali menjadi uap air, lalu berkumpul kembali menjadi awan.

    Begitulah seterusnya hukum alam membentuk awan selama awan mengikuti hukum itu.

    Begitu juga siklus hidup manusia yang akan terus berputar mengikuti hukum alam yang berlaku. Namun tak banyak manusia seperti awan yang senantiasa bersabar mengikuti hukum alam itu.

    Awan senantiasa berubah begitu juga manusia, harus senantiasa memperbaiki dirinya. Tanpa kita sadari bahwa hukum alam yang merubah bentuk awan terkadang hukum alam pula lah yang merubah kita membentuk kita menjadi pribadi yang baru. Kadang kala alam memaksa kita untuk berubah mengikuti skenario yang telah disusun oleh hukum alam itu.

    Namun, satu hal yang menjadi pembelajaran bagi kita. Awan selalu berubah bentuk namun orang tetap mengenalnya sebagai awan. Bagaimanapun perubahan bentuk dan fungsi awan tersebut tapi awan tak pernah meninggalkan jati dirinya. Sehingga orang tetap berkata bahwa itu awan.

    Begitu pun manusia harus memiliki ciri yang kuat bagaimanapun ia berubah dan berinovasi orang akan selalu menganggap bahwa itu adalah kita bukan orang lain.

    Ingatlah bahwa dunia selalu berputar dan keadaan tak selamanya sama. Jadilah seperti awan yang senantiasa mengikuti hukum alam namun bukan berarti pasrah. Meski senantiasa berubah, awan tetap mempertahankan ciri khasnya.

    Adatmu adalah identitasmu dan jati dirimu. Pertahankanlah adat dan budaya sebagai ciri khas identitas kita. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berbudaya, serta menghargai adat dan tradisinya.

    ***

    Bionarasi

    Profil BionarasiLisa

    Lisa Mardani, S.Pd.K., dilahirkan di Kepingoi, Kalimantan Barat pada 11 Oktober 1986. Seorang perempuan dari suku Dayak Uud Danum. Sejak tahun 2021 aktif menulis feature tentang suku Dayak Uud Danum.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita