Jakarta, detikborneo.com – Presiden Jokowi memilih Jenderal Agus Subiyanto yang belum lama ini dilantik sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk menjadi calon Panglima TNI.
Analis Intelijen, Pertahanan dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menilai, hal itu adalah hak prerogatif Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara.
“Setiap kepala staf punya hak dipilih oleh presiden dan penunjukan Panglima TNI baru merupakan hak prerogatif presiden dan itu kebijaksanaan presiden,” katanya kepada TIMES Indonesia, Rabu (1/11/2023).
BACA JUGA : Bandara IKN Beroperasi Juni 2024 Dibangun Pakai Dana Rp 4,3 Triliun, ini Kata Presiden
Ia menjelaskan, sesuai dengan Pasal 13 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, menyebutkan bahwa Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah mendapat persetujuan DPR.
Artinya, kata dia, setiap kepala staf memiliki peluang yang sama dan hak dipilih yang setara untuk ditunjuk oleh presiden. “Penunjukan Panglima TNI baru merupakan hak prerogatif presiden dan itu kebijaksanaan Presiden berdasarkan kepentingan nasional pada bidang pertahanan,” jelasnya.
Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta menyampaikan, masyarakat tidak bisa berspekulasi hanya berdasarkan baru beberapa hari menjabat atau masa pensiun dari ketiga kepala staf.
BACA JUGA : Presiden Lakukan Kunjungan Kerja di Kalimantan Timur Usai Rangkaian Kegiatan dari Bali
“Dengan adanya penunjukan KSAD, presiden punya pertimbangan sendiri yang betul-betul matang. Bisa berdasarkan perkembangan lingkungan strategis nasional, regional maupun global. Semua faktor dapat menjadi pertimbangan presiden,” katanya.
Tantangan Panglima TNI
Ia juga bicara soal tantangan Panglima TNI kedepannya. Menurutnya, pergantian pucuk pimpinan TNI ini diharapkan dapat menghadapi tantangan nyata.
“Setidaknya ada dua hal. Pemilu 2024 kali ini membutuhkan perhatian yang serius. Terlebih setelah pasangan capres-cawapres telah diumumkan. Pertarungan antar calon untuk memperebutkan hati pemilih akan semakin sengit,” katanya.
Ia melihat, masa kampanye Pemilu 2024 diprediksi akan semakin ramai, baik di media sosial maupun di dunia nyata. Dukung mendukung pasangan capres-cawapres di tengah masyarakat sedikit banyak akan menimbulkan friksi politik di antara pendukungnya tersebut.
“Tugas TNI dalam hal ini adalah memastikan situasi politik tetap kondusif sebagai bagian dari tugas pertahanan dan keamanan nasional. Dalam pemilu itu, rawan terjadi penyusupan ideologi-ideologi yang mengajarkan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Ini yang harus diantisipasi dan ditangani lebih dini oleh TNI,” katanya.
Selain Pemilu 2024, lanjut dia, secara internal setiap matra diharapkan memiliki agenda untuk membangun interoperabilitas dan sinergisitas lintas matra TNI.
Ini, kata dia, adalah prasyarat utama untuk menanggulangi berbagai tantangan yang ada. Misalnya, pada penanggulangan gerakan kelompok bersenjata di Papua, masing-masing matra berperan dalam pengintaian, spionase, dan penyerbuan.
“Dengan berbagai peralatan canggih yang dipunyai, interoperabilitas dan sinergisitas semakin mempermudah dalam operasi lapangan,” katanya.
Agenda membangun interoperabilitas lintas matra selalu dilakukan TNI. Namun, selalu butuh penguatan mengingat musuh-musuh kita selalu mengalami perkembangan.
“Teknologi perang negara-negara maju terus berkembang. Kita tidak boleh ketinggalan. Interoperabilitas yang mapan semakin mempermudah dalam mengiringi kemajuan tersebut,” ujarnya. (Rd)