26.1 C
Singkawang
More
    BerandaLumbungMasa Pandemi, Keuntungan Pengusaha Peti Mati Meningkat Drastis

    Masa Pandemi, Keuntungan Pengusaha Peti Mati Meningkat Drastis

    | Penulis: Stepanus Kelvin Hermawan

    Virus corona sempat menjadi kekhawatiran bagi banyak orang terkhusus di bangsa Indonesia. Banyak hal yang mempengaruhi perkembangan secara cepat dari si virus ini, antara lain: kurang menaati protokol kesehatan, kurang menaati aturan pemerintah atau bahkan menganggap remeh corona karena tidak kelihatan. 

    Dari perkembangan yang begitu pesat, terjadilah suatu peristiwa yang tidak diinginkan yaitu angka kematian di Indonesia meningkat drastis. Banyaknya kematian yang terjadi, para pengusaha Peti mati mengalami peningkatan penghasilan.

    Peti mati terbuat dari bahan dasar kayu. Kayu yang dipakai dalam pembuatan peti bermacam-macam jenisnya, misalnya: kayu randu, kayu nangka, kayu jati, dan lain-lain. Ukuran peti mati berbeda-beda juga ada yang kecil, sedang, besar dan paling besar. Ukuran tersebut ditentukan sesuai dengan permintaan pembeli.

    Pengusaha peti mati tidak harus menunggu pesanan baru mulai mengerjakan, kadang para pengusaha ini membuat ukuran yang kecil dan sedang karena kedua ukuran ini yang sering dibeli masyarakat. Jenis peti juga bermacam-macam, ada yang dikemas rapi dengan kain putih, ada yang di ukir secara manual, ada juga yang di cat.

    Kebutuhan peti sangat diperlukan untuk keluarga atau saudara yang meninggal. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan bagi yang sudah lebih dulu pergi. Kebutuhan peti dibutuhkan oleh semua kalangan tanpa membedakan agama atau budaya.

    Sebagai contoh pengusaha di daerah Boyolali, tepatnya di Desa Randu di masa covid ini mengalami peningkatan keuntungan.

    “Harga setiap peti berbeda-beda tergantung jenis kayu dan ukuran. Harga peti dengan ukuran sedang, yang sudah dikemas rapi dengan kain senilai 850.000 ribu. Kalau satu paket dengan kain kafan, patok, peralatan mandi, dll senilai 1.300.000-1.500.000 juta, sementara untuk bahan dari kayu jati senilai 1.800.000-2.100.000 juta,” terang Dedi salah satu karyawan.

    “Sebelum pandemi saya bekerja hanya untuk stok saja tapi selama Pandemi permintaan peti mati meningkat yang mengharuskan saya lembur atau nambah jam kerja,” lanjut Dedi.

    “Selama masa Pandemi, usaha peti ini cukup menguntungkan karena angka kematian di Indonesia semakin hari semakin meningkat sebelum adanya vaksin. Puncak dari peningkatan angka kematian itu terjadi pada bulan Maret-Agustus. Hal ini mengakibatkan permintaan peti meningkat drastis, satu hari bisa kirim 10-15 peti mati ke berbagai tempat,” tambah Dedi.

    Di sisi lain para pengusaha peti harus mencari karyawan lebih untuk meningkatkan kinerja pembuatan dan pengemasan peti.

    “Masa pandemi ini suka dan duka saya rasakan. Rasa duka saya rasakan karena banyak orang meninggal karena covid, rasa senang yaitu omset meningkat drastis. Dari keuntungan ini saya membeli mobil pick up dan carry guna membantu mengirim peti dan membawa jenazah ke pemakaman,” ujar Bariman salah satu pengusaha peti mati.

    Peti mati merupakan kebutuhan yang harus diperhatikan untuk keluarga atau saudara yang ditinggalkan sebagai bukti penghargaan dan penghormatan kepada yang sudah meninggal. Kematian tidak bisa kita dielakan, tetapi waktu Tuhan adalah yang terbaik.

    ***

    Stepanus Kelvin Hermawan, lahir di Jepara, 03 Juni 2000. Ketua senat mahasiswa STTJKI.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita