23.3 C
Singkawang
More
    BerandaBudayaSuku Dayak Krio

    Suku Dayak Krio

    Pengantar Redaksi

    Gnothi seauton! Kenalilah dirimu sendiri. Demikian peringatan, seperti tertulis di depan kuil kota Delphi, Yunani.

    Kiranya, peringatan itu berlaku untuk kita. Selama ini, kita belum mengenal siapa diri sesungguhnya. Dalam konteks itu, Redaksi merasa penting membuka rubrik khusus untuk mengenalkan subsuku Dayak yang terdiri atas 7 Stammenras (rumpun besar) dengan  405 anak suku itu.

    Telah tersedia narasi Dayak Lundayeh, Linoh, Iban Kerangan Bunut, Ketungau Tesaek, Blusu, Kanayatn, Taman, Kancikng, Ngaju, dan Uud Danum. Dayak Jangkang telah pertama ditayangkan. Kini kita mengenal lebih jauh suku Dayak Krio.

    Semoga bermanfaat.

    | Penulis: Agustinus Tamtama Putra

    Dayak Krio. Pernahkah mampir di gendang telinga Anda suku Dayak yang bermukim di wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat itu?

    Di dalam menjelaskan siapa Dayak Krio, terdapat dua versi yang berikut ini, yakni versi insider dan versi penelitian Etnologi.

    Versi Insider

    Orang Dayak Krio menyebut diri sebagai putra putri dari Pupu Tagua Babio Tanah Tarah Encuke Riapm Bunga. Ini adalah ikatan pemersatu rasa orang Dayak Krio. Ini adalah nama tempat, di mana orang Dayak Krio menemukan entitas dan identitasnya. Jawaban atas pertanyaan siapa orang Dayak Krio ditemukan dalam tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

    Tradisi itu diteruskan secara lisan, karena orang Dayak Krio tidak memiliki tradisi tertulis dalam kehidupannya. Hal ini wajar sebab, orang Dayak Krio tidak membutuhkan budaya tulis menulis. Yang terpenting ialah bagaimana hidup itu dijalankan dengan baik secara moral, harmonis terhadap alam dan menghormati penguasa-penguasa alam tersebut.

    Unsur praktis hidup lebih ditekankan, sedangkan pewarisan selalu berjalan otomatis tanpa ada kekuatiran akan kelenyapan tradisi itu. Tradisi pun bersifat sangat dinamis dan bisa disesuaikan dengan keadaan yang mengitari hidup. Inilah keunggulan tradisi lisan Dayak, karena realitas tidak dibakukan dan diabsolutkan, dimanipulasi dan dipelintir, disempitkan dan direduksir dalam tulisan yang kaku dan mati.

    Asal usul orang Dayak Krio dibahas secara khusus dalam mitos genealogis Bujakng Bingkukng dan Dara Donakng.Meskipun mitos ini berbicara tentang genesis adat istiadat, pedoman moral dan tuntunan hidup orang Dayak Krio, namun di dalamnya terkandung unsur-unsur primat orang Dayak Krio secara genealogis. Manusia ternyata ada bersamaan dengan alam. Adagium yang menegaskan kairos penciptaan manusia Dayak Krio berbunyi, “Tanah Mula Manyadi, Karosik Mula Tumuh”.

    Dua frasa ini, secara harafiah berarti tanah mulai menjadi dan pasir mulai tumbuh. Pada saat yang bersamaan dengan kedua unsur alam inilah manusia pertama orang Dayak Krio, yaitu Pantan Uga dan Patara Uga hadir di dunia. Hal ini berarti bahwa manusia Dayak Krio memahami asal usul hidupnya selalu dalam kesatuan dengan alam. Manusia ada ketika alam ada. Bahkan penguasa alam semesta yang disebut Duata pun merupakan konsekuensi logis dari relasi manusia dengan alam ini. Disinyalir, gagasan Deus sive Natura a la Spinoza bisa dipadankan di sini.

    Versi Penelitian Etnologi

    Sejauh ada dan cukup mumpuni, data tentang suku Dayak Krio, asal usul dan sebarannya bisa ditempatkan dalam kajian penggolongan suku dari beberapa sumber.11 Penggolongan oleh beberapa tokoh itu tentu saja masih bisa dikritisi dan dikaji lebih dalam lagi.

    Kesulitan dalam mengkaji, untuk tidak mengatakan kesimpangsiuran, merupakan akibat dari potret majemuk suku-suku yang ada. Ini merupakan problem utama penggolongan tersebut. Ada pendapat yang mengatakan bahwa orang Dayak tetap bisa dikaji12 berdasarkan kesamaan pola relasi alam, adat dan budayanya, namun terlampau banyak aspek yang tidak boleh diabaikan karena membedakan suku-suku tersebut.

    Ada pendapat yang mengatakan bahwa orang Dayak Krio termasuk dalam sub-suku Ketungau. Sub-suku Ketungau sendiri merupakan sub-suku dari Suku Klemantan/Darat yang dibedakan dari Dayak Laut (Sea Dayak). Ada 47 sub-sub suku yang masuk dalam suku Klemantan ini, menurut klasifikasi yang dilakukan oleh Tjilik Riwut. Akan tetapi, penggolongan ini terkesan terburu-buru sebab ada pendapat yang mengatakan bahwa Ketungau termasuk dalam rumpun Ibanik. Pembedaan antara Dayak Laut dan Dayak Darat juga belum memiliki landasan yang kuat dan bisa dikaji ulang mengingat adanya kesamaan dalam hal-hal tertentu antara suku-suku yang dibedakan.

    Penggolongan yang lebih bisa diterima ialah bahwa Dayak Krio termasuk dalam rumpun Kayongik yang tersebar secara khusus di kabupaten Ketapang.  Rumpun ini emang tidak terlalu besar karena lingkup persebaran yang terbatas itu. Hanya saja, penggolongan ini juga belum memadai sebab Kayong adalah nama sebuah sungai di kecamatan Nanga Tayap yang orang-orangnya disebut orang Dayak Kayong.

    Peleburan nama sejumlah suku Dayak lain (seperti Dayak Pesaguan) ke dalam Dayak Kayong belum memadai mengingat penamaan suku berdasarkan aliran sungai ini. Sungai Kayong hanyalah satu dari sekian sungai yang ada di kabupaten Ketapang. Maka penulis merasa penggolongan suku-suku ke rumpun yang lebih besar perlu penelitian lebih lanjut lagi untuk konteks Ketapang. Biarlah Kriohik menjadi satu suku kecil yang tidak harus tergabung dalam rumpun yang lebih besar.

    Persebaran dan Pemukiman

    Dayak Krio bermukim di Kecamatan Sandai dan Kecamatan Hulu Sungai. Suku Dayak Krio menempati sejumlah wilayah di bagian tengah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Tempat-tempat yang bisa dirujuk sebagai tempat tinggal orang Dayak Krio adalah desa-desa yang tergabung dalam dua kecamatan besar, yaitu Hulu Sungai dan Sandai. Di dua kecamatan ini orang-orang Dayak menguasai sungai-sungai yang menjadi urat nadi, sumber hidup dan identitas orang Dayak Krio.

    Sungai-sungai itu menjadi identitas orang Dayak Krio karena nama Krio itu sendiri ialah nama salah satu sungai yang di bantarannya orang-orang Krio bermukim. Identitas orang Dayak Krio hanya bisa dipahami lewat permenungan atas sungai-sungai. Maka dari itu ada empat sungai utama, yaitu Sungai Krio, Sungai Bihak, Sungai Jekak dan Sungai Pawan. Di keempat sungai itulah locus orang Dayak Krio mesti ditempatkan.

    Di bantaran keempat sungai di atas orang Dayak Krio menemukan raison d’etre hidupnya. Di tepi sungai-sungai itulah kampung-kampung orang Dayak Krio bisa didirikan. Jika mau diurutkan dari hilir ke hulu, kampung-kampung orang Dayak Krio menurut aliran sungai Krio ke Pawan ialah Tumakng Pauh, Sandai, Muara Jekak, Petai Patah, Pengkaraan, Serinding, Batu Kambing, Nango, Demit, Sepiri, Randau Jungkal, Mariangin, Sepanggang, Sengkuang, Menyumbung, Senduruhan, Kerema’ak, Tanjung Lambai, Bahake, Nanga Bengaras, Congkukng Baru, Kenyauk-Ampon dan Kenyabur.

    Khusus untuk kampung Sepanggang, Mariangin dan Sengkuang bisa dikatakan sebagai trisula permukiman utama dari orang Dayak Krio, untuk menegaskan originalitas orang Dayak Krio, dalam artian tidak bercampur dengan pendatang dari daerah lain. Sedangkan di kampung-kampung lain orang Dayak Krio telah berinterkulturasi dan berasimilasi dengan pendatang-pendatang dari Sekadau maupun dari orang Dayak yang telah “pindah suku” menjadi Melayu karena memilih agama Islam.

    Sepanggang, Mariangin dan Sengkuang masih menyimpan kekayaan suku Dayak Krio. Trisula kampung pedalaman ini masih menjalankan tradisi leluhur dan praktek adat istiadat secara turun temurun. Orang Dayak Krio menjalankan seluruh roda kehidupan dalam harmoni dengan alam.

    Alam menjadi sumber dan puncak adat istiadat. Hutan yang masih terkelola dengan baik secara arif oleh warga kampung dan sungai-sungai kecil yang masih memberi nafkah, menjadi kekuatan tersendiri bagi orang Dayak Krio untuk terus bertahan di tengah gejolak perkembangan zaman.

    Saat ini, ditengarai populasi Dayak Krio sekitar 9.000 jiwa.

    ***

    Bionarasi

    Image In53 1024x768 1

    Agustinus Tamtama Putra dilahirkan di desa Gerai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat pada 16 Agustus 1992. Pengajar di SMP dan SMA Notre Dame Jakarta Barat. Studi magister filsafat di STF Driyarkara. Menulis dan menerbitkan buku: Dayak Krio Ketapang, Kalbar Mitos Asal Usul, Kini dan Masa Depan (2020).

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita