24.5 C
Singkawang
More
    BerandaHukum & Kriminal,Hitam Putih Sumpah Pemuda dalam Balutan Demokrasi

    Hitam Putih Sumpah Pemuda dalam Balutan Demokrasi

    | Penulis: Hertanto

    Secara etimologi, istilah semiotika berasal dari kata Yunani, semeion yang artinya tanda. Dalam buku: Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi karya Wibowo, Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial terbangun dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologi, semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Hal ini memiliki arti bahwa semua yang hadir dalam kehidupan dapat dilihat sebagai tanda, yaitu sesuatu yang harus diberi makna.

    Sementara itu, Richard Rudner dalam Beardsley & Schueller mengatakan bahwa semiotika adalah ilmu atau teori tanda. Dari sudut pandang dimasukannya estetika di bidang semiotik, karya seni dapat dipahami sebagai tanda yang dalam kasus paling sederhana itu sendiri merupakan sebuah struktur tanda-tanda.

    Semiotika memiliki dua cabang besar yang menjadi akar perkembangan ilmu itu sendiri. Bagi Ferdinand de Saussure, semiotika adalah sebuah ilmu umum tentang tanda yaitu suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat, sedangkan Charles Sander Peirce mengartikan semiotika tidak lain adalah sebuah nama lain dari logika, ia lebih bermain kepada logika, yaitu doktrin formal tentang tanda-tanda.

    Semiotika merupakan suatu cabang ilmu filsafat yang kemudian dalam perkembangannya menuju pada bidang bahasa dan akhirnya turut meramaikan bidang seni. Dari perkembangan tersebut, semiotika kemudian terbagi dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Namun sederhananya, semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Warna menjadi salah satu bagiannya.

    Warna merupakan spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya berwarna putih. Warna bahkan seringkali menjadi identitas bagi suatu obyek. Lihat saja lampu lalu lintas dengan warna merah, kuning dan hijaunya. Setiap generasi bangsa diajar untuk mengenal dan memahami warna dari lampu lalu lintas tersebut, bahkan warna itu telah menjadi bahan atas soal ujian teori untuk pembuatan SIM (Surat Ijin Mengemudi). Keren sekali!

    Dalam menafsirkan tanda, terjadi dua tingkat interpretasi. Tingkat pertama yang disebut Primer adalah Denotasi. Denotasi terjadi ketika suatu tanda didefinisikan secara harfiah, jelas atau berdasarkan pada definisi yang masuk akal. Denotasi adalah tanda paling umum yang ditemukan di masyarakat karena berkaitan dengan definisi kamus. Sedangkan tingkat kedua yang disebut Sekunder adalah Konotasi. Umumnya konotasi digunakan untuk merujuk pada asosiasi sosial dan budaya atau biasanya bersentuhan pada ranah emosional, ideologis dan sebagainya.

    Penggunaan warna secara konotatif berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Warna hitam misalnya, dikonotasikan oleh sekelompok masyarakat dengan hal-hal buruk seperti kematian, kejahatan, kesedihan, dan sebagainya. Namun warna hitam tersebut tidak diartikan sama oleh sekelompok masyarakat lainnya. Mereka mengartikan dengan hal-hal baik seperti rendah hati, kesetaraan, solidaritas, dan sebagainya. Jadi yang benar siapa? Sebenarnya ini bukan berbicara benar atau salah. Ini sudah masuk pada ranah penafsiran atau pemaknaan dan biarlah berjalan apa adanya karena memang pemaknaan itu berbeda-beda.

    Terkait hal tersebut dan berdasarkan tema di atas, apakah ada korelasinya?

    Fenomena yang terjadi, Hitam – Putih, seringkali dimaknai sebagai Duka – Suka, Buruk – Baik, Bohong – Jujur, dan sebagainya sehingga bila diterjemahkan ke dalam kehidupan, maka setiap manusia memiliki sisi buruk dan sisi baiknya. Tidak jarang pula warna ini digunakan dalam dunia psikologi untuk mengartikan kepribadian seseorang menurut warna yang disukainya.

    Memperingati Hari Sumpah Pemuda setiap tahunnya yang jatuh pada tanggal 28 Oktober seyogyanya bukanlah hanya sekedar memperingati tanpa adanya pemaknaan yang mendalam. Dengan usia yang ke-93, tahun ini Sumpah Pemuda mengangkat tema: “Bersatu, Bangkit dan Bertumbuh”

    Tema ini baik sekali diangkat untuk tetap mengingatkan bangsa Indonesia, khususnya Pemuda dan Pemudi generasi penerus bahwa ikrar yang pernah disampaikan untuk: “Bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” menjadi perekat persatuan bangsa yang saat-saat ini hampir punah karena adanya kepentingan segelintir orang atau kelompok.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa Pemilu tahun 2014 dan 2019 membawa perubahan besar bagi demokrasi di negeri ini. Gerakan kampanye yang mengkapitalisasi issue SARA dengan Politik Identitas Agama, penyebaran berita hoax baik melalui jaringan komunikasi maupun sosial media yang sulit dibendung, bahkan ujaran kebencian yang secara massif dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab secara sadar memengaruhi keberagaman hingga saat ini.

    Pertanyaan besar bagi setiap kita dan bangsa ini, apakah cara-cara seperti itu akan terus berlanjut pada Pemilu yang akan datang? Jujur bahwa demokrasi ini telah ternoda dan makna hitam-putih semakin bias sesuai dengan pemaknaan dari masing-masing masyarakat. Relativisme terus berkembang sehingga kepentingan golongan yang dikedepankan.

    Merubah hal itu tentu tidaklah mudah. Oleh sebab itu, perlu kembali merajut komitmen yang dibangun saat Sumpah Pemuda pertama kali diteriakkan. Menjadi momentum penting bagi kita semua dan melalui peringatan sumpah pemuda tahun ini, mari wujudkan kedamaian di atas BUMI PERTIWI agar generasi muda dapat bersatu, bangkit dan bertumbuh untuk PERSATUAN BANGSA, BANGSA INDONESIA!

    Sumber gambar: https://id.pinterest.com/christodesanes/nation-problem/

    ****

    Bionarasi

    HERTANTO Hertanto Ruhiman

    Hertanto, S.Th., MACM, M.I.Kom

    Bekerja di PT. Asuransi Central Asia. Penulis merupakan Pendiri dan Pelaksana Ruhiman Ministry, sebuah lembaga yang bergerak di bidang Pewartaan dan Kegiatan Sosial.

    Menikah dengan Sri Hati Ningsih dan dikarunia anak: Euaggelion, Euridyce, Eulogia.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita