| Penulis: R. Masri Sareb Putra
Saya baru-baru ini menyaksikan Presiden Jokowi meresmikan pabrik gula kepala sawit.
Bukan dari tebu. Atau dari enau dan kelapa. Melainkan gula kini sudah dapat diproduksi dari buah kelapa sawit.
Sebelumnya, pak Presiden yang kreatif menyatakan bahwa mesin pesawat terbang pun telah akan bisa “minum” minyak kelapa sawit.
Berita, sekaligus informasi, luar biasa!
Ikutannya, harga sawit makin meroket. Tak syak. Ia komoditas multiguna. Dari daun, dahan, cangkang, batang; hingga buahnya; semua berguna. Rasa-rasanya, tak ada komoditas lain mengalahkannya.
***
KELAPA Sawit (elais guinensiss jacq) adalah salah satu komoditas perkebunan yang banyak dibudidayakan, utamanya Indonesia akhir-akhir ini.
Selain Indonesia, negeri tetangga Malaysia, juga salah satu sumber penghasil sawit. Bahkan, banyak taipan Malaysia invest sawit di Kalbar. Mereka punya modal. Kalbar menjadi lahannya. Tak mengapa, sebab sama-sama diuntungkan.
(Berbual-bual/ diskusi sersan dengan para tokoh di Sarawak. Mutang Tagal dan Dr. Ipoi Datan, kepala Museum Sarawak).
Tanaman yang tergolong ke dalam family palmae ini menjadi penghasil minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit sendiri merupakan salah satu sumber minyak nabati yang terus-menerus meningkat permintaannya di pasar dunia.
Kita ketahui bersama bahwa buah kelapa sawit terbagi dalam dua jenis, yakni crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO).
CPO adalah minyak yang diperoleh melalui proses perebusan dan pemerasan serabut buah tanaman. Adapun PKO diperoleh dengan mencacah dan memeras inti biji yang ada di dalam cangkangnya.
Baik CPO maupun PKO adalah minyak yang memiliki banyak kegunaan. Selain menjadi minyak goreng, CPO berguna sebagai bahan pembuat sabun, mentega, lotion, pelembab, pelumas, dan bahan bakar nabati yang terbarukan. Sementara PKO berguna sebagai bahan utama pembuatan parfum dan produk kosmetik lainnya.
Saya telah riset, dan tengah menulis buku dengan judul demikian itu. Idealnya, hulu-hilir saling berbagi porsi. 1/5 dari total lahan yang ada, masih aman untuk lingkungan sekitar.
Kita wajib berterima kasih kepada Dr. Johannes Elias Teijsman yang telah membawanya ke negeri tercinta. Biangnya ditanam di Buitenziorg, Bogor. Menjadi induk segala sawit Nusantara.
Dari sinilah sawit itu menyebar hingga Sumatera (Marihat), lalu Borneo wilayah Indonesia, dan juga masuk ke wilayah yang menjadi bagian dari negara Malaysia.
Kini dapat kita saksikan di Malayia, terutama di kiri dan kanan jalan raya Tebedu-Kuching, terhampar perkebunan sawit yang terawat dengan apik. Berjajar dengan rapi, dengan jarak tanam yang ideal yakni 8 x 9 meter. Menghiasi pemandangan sepanjang mata memandang.
***
Bionarasi
R. Masri Sareb Putra, M.A., dilahirkan di Sanggau, Kalimantan Barat pada 23 Januari 1962. Penulis Senior. Direktur penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). Pernah bekerja sebagai managing editor dan produksi PT Indeks, Kelompok Gramedia.
Dikenal sebagai etnolog, akademisi, dan penulis yang menerbitkan 109 buku ber-ISBN dan mempublikasikan lebih 4.000 artikel dimuat media nasional dan internasional.
Sejak April 2021, Masri mendarmabaktikan diri menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Institut Teknologi Keling Kumang.