24.9 C
Singkawang
More
    BerandaBudayaEnsangan: Sastra Lisan Suku Dayak Kerabat

    Ensangan: Sastra Lisan Suku Dayak Kerabat

    | Penulis: Herlina | Editor: Maria Fransiska

    Suku Dayak Kerabat adalah kelompok masyarakat Dayak yang bermukim di Kecamatan Sekadau Hulu, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat, tepatnya di hulu Sungai Kerabat dan Sungai Engkulun.

    Nah, Suku Dayak Kerabat memiliki nyanyian rakyat, tradisi lisan yang disebut ensangan. Ensangan memiliki berbagai fungsi. Fungsi yang terkandung di dalamnya adalah media pelipur lara, pembangkit semangat bekerja, alat untuk menasihati, dan falsafah hidup, baik tentang manusia secara pribadi maupun manusia dalam hubungannya dengan alam dan manusia dengan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, falsafah hidup suku Dayak Kerabat pada zaman dahulu diproyeksikan dalam ensangan.

    Ensangan dinyanyikan dalam momen tertentu, seperti nyanyian sebelum tidur, sebagai nasihat, peredam emosi, pengobatan, dan perkawinan.

    Saat ini ensangan paling banyak digunakan dalam acara perkawinan. Ensangan pengobatan tidak boleh dinyanyikan secara sembarangan. Ensangan yang dinyanyikan untuk pengobatan harus dinyanyikan pada ritual pengobatan (beliant) dengan syarat-syarat tertentu.

    Syarat-syarat dalam Pengobatan

    Dalam proses pengobatan, pawang adat yang datang kepada pasien selalu ditemani seorang asisten. Pada tahap awal proses pengobatan, pawang adat bermeditasi hingga berada dalam keadaan tidak sadar. Setelah itu, pawang adat mendendangkan ensangan.

    Asisten yang menemaninya bertugas menerjemahkan ensangan yang didendangkan oleh pawang adat. Biasanya lirik-lirik ensangan berisi tentang persyaratan untuk pengobatan.

    Secara umum, persyaratan dari pawang adat adalah ayam, tuak, beras, dan piring/mangkuk berwarna putih. Setiap penyakit berbeda-beda takaran dari persyaratan yang diberikan. Semakin parah penyakit, semakin banyak pula persyaratan yang harus dipenuhi.

    Pihak keluarga menyediakan syarat-syarat yang telah ditentukan. Ayam disembelih kemudian direbus. Tuak disediakan di dalam botol. Beras dimasukkan ke dalam piring atau mangkuk berwarna putih. Barang-barang tersebut diyakini sebagai sesajen untuk mengusir makhluk jahat yang “menempel” di tubuh pasien.

    Dalam beberapa kasus, sesajen tersebut diantar oleh pawang adat ke jalan yang mengarah ke lokus, tempat yang diduga pasien terkena penyakit. Karena di tempat tersebut banyak makhluk jahat yang tidak kasat mata. Sesajen yang diantar tersebut berfungsi sebagai penukar semangat sehingga bisa kembali ke raga pasien. Pada akhirnya, pasien pun sehat seperti sedia kala.

    Ensangan menggabungkan unsur suara dan musik. Dapat juga dikatakan puisi berlagu dan berirama serta mempunyai keindahan lirik. Ada lirik yang mempunyai cerita yang panjang, ada juga yang pendek tetapi tetap memiliki makna tersirat.

    Ensangan yang termasuk dalam kategori puisi lirik ini, para pendendangnya menggunakan diksi yang sudah dipikirkannya maupun yang spontan muncul dari kepalanya. Diksi dalam ensangan tidak selalu sama. Berbeda pedendang, berbeda diksinya.

    Dulu, Ensangan disebarkan dari mulut ke mulut, antargenerasi. Ensangan lahir dari masyarakat yang masih sederhana. Lirik dan nadanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi, lirik yang sama tidak selalu dinyanyikan dengan lagu/nada yang sama. Sebaliknya, lagu atau nada yang sama sering dipergunakan untuk menyanyikan beberapa lirik ensangan yang berbeda.

    Bentuk ensangan beraneka ragam, mulai dari yang paling sederhana sampai yang cukup rumit. Ensangan yang sederhana didendangkan sebagai pengantar tidur, sebagai pelipur lara, atau hiburan. Dikatakan sederhana karena dilihat dari tujuan pendendangnnya yang tidak membutuhkan persiapan khusus.

    Sampai hari ini, ensangan masih hidup dan dinikmati oleh masyarakat pemiliknya. Secara umum, penikmat dan pendendang ensangan adalah para orang tua. Ensangan sering didendangkan pada acara gawai, berladang atau bersawah, dan pada acara pernikahan. Ensangan tersebar di banyak dusun yang berada di Kecamatan Sekadau Hulu dan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau.

     Dusun-dusun tersebut antara lain: Dusun Kilometer 15, Kilometer 16, Kilometer 17, Kilometer 18 (Sopan Baru/Sepanjang), Kilometer 19 (Simpang Tolok Ogong), Kilometer 20, Kilometer 21 (Nango Pemuboh), Kilometer 22 (Sungai Kerupok), Kilometer 23 (Lotong), Suak Mawang, Temawang Nangkok, Tapang Perodah, Dano Rayo, Temawang Nangkok, Kerintok, Sungi Balo, kilometer 24 (Teluk Rukuk, terdiri atas 160 kepala keluarga), Kilometer 25 (Empererak), Kilometer 26 (Kantuk), Kilometer 27, Kilometer 28 (Sentapang), Kilometer 29 (Engkabang Lande), Kilometer 30 (Sangkant), Kilometer 31, dan Kilometer 32.

    Jenis dan Fungsi Ensangan

    Perlu diketahui, Ensangan dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu ensangan pernikahan, penyambutan tamu, nasihat, pelipur lara, pembangkit semangat, dan pengobatan (balian’t atau berajah).

    Saat ini, ensangan masih tersebar di beberapa desa dan dusun di Kecamatan Sekadau Hilir dan Hulu, Kabupaten Sekadau. Bahasa yang digunakan masyarakat di desa dan dusun tersebut pada umumnya adalah bahasa Dayak Kerabat.

    Adapun alat musik yang digunakan dalam ensangan adalah ‘gong` dan ‘kenong’. Alat musik ini digunakan untuk mendendangkan ensangan pernikahan, pengobatan, dan penyambutan tamu.

    Fungsi ensangan berdasarkan jenisnya. Ensangan pernikahan berfungsi sebagai nasihat, sedangkan ensangan penyambutan tamu berfungsi sebagai penunjuk rasa hormat kepada pihak lain.

    Ensangan pelipur lara berfungsi untuk menghibur hati yang sedang resah/susah. Ensangan pembangkit semangat berfungsi sebagai membangkit semangat saat masyarakat sedang melakukan aktivitas kerja (ke sawah atau ke ladang).

    Ensangan pengobatan berfungsi sebagai bagian dari pengobatan yang dipercayai masyarakat bahwa dukun dalam ritual pengobatan berdialog dengan roh-roh.

    Dalam lirik-lirik ensangan, terdapat irama yang terbentuk dari rima. Pendendang ensangan begitu piawai memilih kata yang berima sehinnga menimbulkan irama yang begitu pas dengan pemaknaan dari tema ensangan yang ingin disampaikan.

    Bahasa dalam ensangan bukanlah bahasa sehari-hari sehingga dalam pemaknaannya terdapat ketidaklangsungan ekspresi. Ketidaklangsungan ekspresi disebabkan oleh dua hal.

    Pertama, penggantian arti yang disebabkan oleh banyaknya penggunaan bahasa kiasan. Dalam ensangan banyak digunakan bahasa kiasan metafora.

    Kedua, penyimpangan arti atau lirik ensangan sengaja dibuat menyimpang dari bahasa sehari-hari untuk memberikan nasihat dan menyindir. Namun, secara umum ensangan mengandung berbagai makna, yaitu rasa syukur dan suka cita, nasihat, pendidikan, harapan, mufakat, dan kekeluargaan.

    Selain itu, ensangan juga mengandung nilai-nilai yang dapat membentuk karakter seperti rasa persaudaraan, musyawarah, kesantunan, dan kebersamaan.

    Semakin hari, jumlah orang tua yang menguasai ensangan semakin berkurang. Jika tidak segera ditindaklanjuti, maka Dayak Kerabat akan kehilangan satu di antara kekayaan budaya yang dimiliki.

    Bionarasi

    Penulis dan editor adalah dosen Bahasa Indonesia dan Staf Pusat Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Keling Kumang Sekadau

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita