Jakarta, detikborneo.com – Peliknya kasus dan banyak yang tidak tuntas terkait hak-hak masyarakat adat Dayak dalam pembangunan serta masih terabaikannya masyarakat Adat, membuat Para tokoh Adat Dayak kabupaten Seruyan provinsi Kalimantan Tengah yang difasilitasi Pemda Kab. Seruyan mengadakan seminar dan workshop di Jakarta dengan tema:
Kebijakan Masyarakat Hukum Adat Kearifan Lokal Dan Pengetahuan Tradisional.
Hotel Alin Cikin Jakarta Pusat menjadi saksi sejarah akan kehadiran para Damang dan Tokoh Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah. Acara dilaksanakan Hari Minggu dan Senin tanggal 8-9 Januari 2023.
Salah satu Narasumber yang menjadi pembicara acara seminar ini adalah Dr. Andersius Namsi, Ph.D wakil presiden bidang internal Majelis Adat Dayak Nasional (MADN).
Dalam pemaparannya Andersius Namsi menyampaikan sebagai berikut:
Keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia secara de facto sudah ada di masing-masing daerah dengan khas karakteristiknya sejak zaman nenek moyang jauh sebelum Negara Indonesia ada.
Masyarakat hukum adat merupakan pengertian teknis yuridis yang merujuk sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan lingkungan kehidupan tertentu, memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga kepentingan kelompok (keluar dan ke dalam), dan memiliki tata aturan (sistim) hukum dan pemerintahan.
UUD 1945 juga menegaskan keberadaan hukum adat. Hasil amandemen UUD 1945 Pasal.18.B ayat 2 menyebutkan: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Demikian pun Deklarasi PBB (United Nations) tentang hak-hak masyarakat adat.
- Article.26 ayat.1: Masyarakat adat memiliki hak atas tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber-sumber daya yang mereka miliki atau duduki secara tradisional.
- Article.26 ayat.2: Masyarakat adat memiliki hak untuk memiliki, menggunakan, mengembangkan dan mengontrol tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya-sumber daya yang mereka atas dasar kepemilikan tradisional atau penempatan dan pemanfaatan secara tradisional lainnya.
Mekanismenya bagaimana hal-hal itu?
- UU Otonomi Daerah UU No.22 tahun 1999, diubah ke UU No.32 tahun 2004 dan diperbaharui UU No.23 tahun 2014 memberikan kewenangan Pemda (Bupati/Wali Kota dan DPRD) membuat keputusan-keputusan yang dapat digunakan untuk mendukung hak-hak masyarakat adat berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga diperlukan Kebijakan2 Hukum Adat, kearifan lokal dan pengetahuan tradisional di wilayahnya agar dijadikan peraturan2 daerah demi menjaga dan melindungi masyarakat adat serta kesejahteraan atau kebaikan masyarakat di wilayah tsb. Artinya, pemerintah daerah mengatur pemerintahan sesuai dengan adat dan budaya lokal.
- Permendagri No.52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Permen ini mendorong seluruh Pemda untuk aktif memberikan Pengakuan dengan SK Bupati/Walikota. Sehingga siapa pun yg masuk ke wilayah tsb, harus tunduk dg norma-norma yang berlaku. Dengan demikian, tidak bisa para pengusaha “berselingkuh” dengan penguasa lokal utk kepentingan kelompok mereka semata. Karena aturannya ada dan jelas.
- Peraturan Menteri Agraria & Tata Ruang/Kepala BPN No.9/2015 disebutkan pengakuan hak mencakup juga pendaftaran hak atas tanahnya untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanahnya.
- UU No.41/1999 tentang Kehutanan mengakui hukum adat.
- PP No.23 thn. 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Pasal 233: Hutan adat dapat berasal dari hutan negara; dan/atau bukan hutan negara.
Hutan adat berfungsi pokok: Konservasi, lindung; dan/atau produksi. Hutan adat dikelola oleh MHA.
Produk Hukum Pengakuan MHA yaitu: Perda Pengaturan + SK Bupati sebagai penguasa wilayah otonomi.
Pengembangannya bagaimana?
- Modal dari BUMN, BUMD, BumDes.
- Bantuan alat ekonomi produktif dari pemerintah pusat dan daerah.
- Modal dari dana Desa setempat.
- Permodalan dari Bank Nasional.
- Permodalan dari BPDLH Kemenkeu RI atau hibah donor.
- Dana CSR dari perusahaan yang beroperasi di sekitar wilayah terdekat.
- Mitra bisnis carbon yang dihasilkan.
Intinya: Kemakmuran rakyat, pasti didukung oleh pemerintah yg sehat, tutup Namsi.
Moderator seminar Adhian Noor, S.IP. M.AP yang juga aktif sebagai Asisten 2 Bupati memberikan ruang sesi tanya-jawab.
Antusias peserta yang hadir banyak yang bertanya diantaranya Nurani, Ketua Harian DAD menyampaikan kemelut pihak perusahaan yang ingkar akan hak masyarakat adat 20% dari total kebun untuk petani plasma. Padahal pihak perusahaan sudah panen lebih dari 5 tahun, ini yang menjadi keprihatinan para tokoh adat.
Andersius Namsi memberikan usulan Untuk membahas terkait keluhan masyarakat diusulkan untuk berkoordinasi dengan pihak instansi terkait yakni kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, pada dasarnya MADN dan lewat LBH MADN siap untuk membantu masyarakat atas hak-hak yang diingkari, ucapnya. (Bajare007),