Peran Agama dan Teori Sosial dalam Kehidupan Bernegara
Palangkaraya, detikborneo.com – Agama dan teori sosial memiliki hubungan yang erat dalam membentuk struktur dan perilaku sosial dalam masyarakat. Dr. Yosita Wisman, SE., M.M.Pd., dosen pascasarjana Prodi S2 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Universitas Palangkaraya sekaligus Wakil Ketua Biro Bidang Pariwisata dan Budaya Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, menjelaskan bahwa agama sebagai realita sosial berperan besar dalam memberikan nilai dan norma dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Agama dalam Perspektif Sosiologi
Menurut Dr. Yosita, agama merupakan fakta sosial yang dialami banyak orang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. “Agama dalam perspektif sosiologi bukan hanya dipahami sebagai pengalaman transenden, tetapi juga sebagai ajaran dari Tuhan yang terhubung erat dengan teori sosial sebagai karya manusia,” ujarnya.

Agama memberikan pengajaran mengenai nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan, dan memperkuat kerohanian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, agama memiliki peran penting dalam menjaga harmoni sosial, membentuk moralitas, dan memberikan inspirasi dalam pembangunan nasional.
Teori Sosial dan Konteks Sosial
Teori sosial sendiri merupakan kerangka kerja analitis yang digunakan untuk mempelajari dan menafsirkan fenomena sosial. Dr. Yosita menekankan bahwa teori sosial membahas konteks sosial dari tindakan manusia dan berhubungan dengan perdebatan sejarah atas validitas serta reliabilitas metodologi yang digunakan dalam kajian sosial.
“Teori sosial membantu kita memahami bagaimana interaksi antarindividu dan kelompok dapat membentuk struktur sosial yang lebih besar. Di sinilah agama berperan dalam membangun fondasi moral dan etika dalam masyarakat,” tambahnya.
Nilai Praksis Pancasila dalam Kehidupan Bernegara
Nilai praksis Pancasila, menurut Dr. Yosita, adalah penerapan nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Nilai praksis ini dapat berubah dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, namun tetap mengacu pada nilai-nilai inti Pancasila.
“Nilai praksis Pancasila tercermin dalam sikap saling menghormati kebebasan beribadah, tenggang rasa, menghargai pendapat orang lain, berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat, dan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat,” jelasnya.

Dr. Yosita juga menambahkan bahwa nilai praksis ini dapat diwujudkan dalam berbagai cara, misalnya dengan membantu kegiatan dalam keluarga, menghormati anggota keluarga yang lebih tua, dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
Wilayah Sosial dan Interaksi Masyarakat
Dalam penjelasannya, Dr. Yosita juga menyoroti pentingnya wilayah sosial sebagai tempat terjadinya interaksi sosial antarindividu dan kelompok masyarakat. Wilayah sosial ini mencakup wilayah daratan, lautan, udara, ekstrateritorial, formal, fungsional, dan vernakular.
Sebagai contoh, wilayah formal di Indonesia meliputi wilayah pegunungan kapur (karst), wilayah beriklim dingin seperti Pegunungan Dieng, serta wilayah hutan hujan tropis seperti Kepulauan Wallacea dan wilayah vegetasi mangrove. Sementara itu, wilayah fungsional mencakup kota metropolitan, wilayah industri, dan kota wisata.
“Karakteristik wilayah sosial ini turut mempengaruhi dinamika sosial dan interaksi masyarakat di Indonesia,” ungkap Dr. Yosita.
Peran Agama dalam Kehidupan Bernegara
Agama memiliki peran strategis dalam membangun struktur negara dan pendisiplinan masyarakat. Dr. Yosita menekankan bahwa agama membantu negara dalam pembinaan moral dan etika serta memfasilitasi pengamalan agama melalui regulasi seperti UU Perkawinan dan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Agama memberi inspirasi dan semangat dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan negara Indonesia. Hak beragama juga dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945, di mana negara tidak boleh memaksakan ajaran agama tertentu kepada warga negara,” jelasnya.
Dr. Yosita menutup dengan menegaskan bahwa nilai agama dan moral merupakan fondasi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Agama mengajarkan manusia untuk hidup harmonis dengan lingkungan dan alam, sekaligus menjadi pedoman dalam membangun kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera, dan seirama dengan falsafah dalam salam Dayak; Adil Ka Takino Bacuramin Ka Saruga BasengatKa Jubata, Arus…Arus…Arus…” tutupnya. (Bajare007)