24.3 C
Singkawang
More
    BerandaBeritaPenegakan Hukum Dipengaruhi Politik Oleh: ABDUL AZIZ

    Penegakan Hukum Dipengaruhi Politik Oleh: ABDUL AZIZ

    Opini
    Penegakan Hukum Dipengaruhi Politik
    Oleh: ABDUL AZIZ

    IMG 20250223 WA0153 1

    Malam itu, langit Kota Malang berawan tebal. Pertanda, hujan segera turun. Angin menerpa dengan kencang. Gerimis mulai membasahi bumi. Namun, kawasan Terusan Raya Dieng tampak ramai. Maklum, almamater Universitas Merdeka Malang kedatangan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Mahfud MD.

    Sebagai alumnus program studi ilmu hukum dengan konsentrasi hukum pidana, penulis memutuskan untuk hadir pada diskusi ilmiah yang digelar pada Selasa, 18 Februari 2025, itu. Terakhir bersua dengan Mahfud MD di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

    Baca juga: Api Semangat Perjuangan ICDN Mulai Menyala: Pra Munas Terlaksana dengan Sukses, DPD Kalbar Jadi Tuan Rumah Munas Ke-2

    Program Pascasarjana yang dipimpin Profesor Grahita Chandrarin dan Program Studi Magister Ilmu Hukum yang digawangi Doktor Supriyadi menghadirkan mantan Menkopolhukam berdarah Madura, itu. Seorang pakar hukum tata negara, yang pendapat hukumnya sering dijadikan rujukan.

    Apa tujuan diskusi ilmiah? Tak lain, membahas praktik penegakan hukum di Indonesia yang kian memprihatinkan. Bertajuk Penegakan Hukum dan Implikasinya Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Bangsa, diskusi yang dipandu langsung oleh Pak Pri, biasa penulis sapa, Kaprodi Magister Ilmu Hukum itu, berlangsung serius namun tetap gayeng.

    Penulis berkesempatan bicara dan meminta pendapat Profesor Mahfud soal penegakan hukum yang pada kenyatannya tak sesuai dengan teori-teori yang dipelajari di bangku perkuliahan. Sebaliknya, hukum dapat dikalahkan dengan politik. Tak jarang hati bertanya, benarkah politik telah mewarnai wajah penegakan hukum di Indonesia?

    Baca juga: Ketum SPASI Apresiasi KAI Pecat Advokat Naik Di Atas Meja Saat Sidang

    Selain itu, menyinggung tentang MK waktu dipimpin Mahfud MD begitu progresif. Melanjutkan ke sidang pokok perkara, yakni mendengarkan keterangan saksi dan ahli serta memeriksa alat bukti. Bahkan, memutus dengan memperhatikan sekaligus menghadirkan keadilan yang bersifat substansial. Dasarnya, penyelenggaraan pemilihan umum yang jujur dan adil, sepi dari kecurangan di dalamnya.

    Lebih dari itu, memutuskan dan memerintahkan untuk melantik Paslon yang kalah suara karena Paslon yang menang perolehan suaranya terbukti melakukan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif alias TSM. MK kala itu, benar-benar tampil menjadi Mahkamah Konstitusi. Marwah putusannya berwibawa. Publik menaruh kepercayaan karena MK mampu menyajikan keadilan.

    Sedangkan MK pada gugatan PHPU dalam momentum Pilkada 2024, terlihat mundur menjadi Mahkamah Kalkulasi. Terpaku pada keterpenuhan Pasal 158 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-Undang Pilkada No. 10 Tahun 2016. Jangankan sampai pada agenda sidang pembacaan putusan akhir, Paslon yang mendalilkan adanya kecurangan yang bersifat TSM diputus tidak dapat diterima (cacat fotmil) karena tidak terpenuhinya syarat ambang batas suara. 

    Baca juga: Jelani Christo Datangi Bareskrim Untuk Buat Laporan Terkait Dugan Ujaran Kebencian Anwar Netizen Tiktok Dan Terancam 6 Tahun Penjara

    Merespon tentang dua hal tersebut di atas, Mahfud MD menegaskan bahwa hukum adalah produk politik sehingga praktik penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik. Karenanya, tokoh yang dikenal mempunyai idealisme ini mengatakan, jika ingin membangun hukum yang progresif, perbaiki dulu politiknya. Orang-orang dengan integritas yang tak diragukan, harus ambil peran strategis di legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

    Lebih lanjut, Mahfud MD menyampaikan bahwa, belajar hukum tanpa sinao politik akan stres karena realitasnya, penegakan hukum tidak paralel dengan teori yang dipelajari di bangku perkuliahan. Akhirnya, muncul sikap apatis dalam melihat penegakan hukum itu sendiri. Kemudian, ia memberikan garis bawah sebab mengapa ada hakim yang memutus dengan tidak memenuhi rasa keadilan. Faktornya, adanya hakim yang tersandera secara integritas.

    Bahwa, tidak semua hakim bersih dari dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Ada hakim yang tersandera oleh dirinya sendiri. Ia gagap mengambil putusan yang sejatinya. Misalnya, tak jarang yang berfikir tentang karier ke depannya. Saat seorang hakim tersandera, sudah barang tentu putusan-putusan yang diambil kerap tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.

    Pada bagian akhir pemaparannya, Mahfud MD yang merupakan guru besar pertama di Indonesia pada bidang politik hukum, tak lupa membahas apa yang disebut dengan “Sarjana yang Sujana”. Sebuah adagium yang ia kutip dari Rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Sardjito. Tentu, peserta diskusi bertanya-tanya. Apa maksudnya?

    Maksud Sarjana yang Sujana adalah lulusan Perguruan Tinggi yang memiliki kualitas hati nurani dan budi pekerti yang baik. Tepatnya, seorang lulusan yang memiliki keunggulan otak, daya kritis berkesinambungan, dan biasa mencari jalan antara idealisme dan tealisme. Pada akhirnya, selalu ingin berkorban untuk kebaikan bangsa dan negaranya.

    Uraian ini dimaksudkan untuk memotivasi peserta diskusi ilmiah agar tak sekadar menjadi seorang Sarjana. Melainkan berkarakter Sujana agar landasan berfikir dalam berbangsa dan bernegara lebih berkemajuan. Diskusi yang berlangsung selama dua jam mulai sejak 19.00 hingga 21.00 itu dihadiri para pejabat Pascasarjana dan Rektorat Unmer Malang.

    Baca juga: Dua Ratus Pengacara SPASI Kawal Kasus Kriminalisasi Advokat Jefry Sagala di PN Jakarta Selatan

    Tampak hadir, baik offline maupun online, para dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan para mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum, dan lain-lain. Sebelum bergeser dari Kota Malang, Mahfud MD didapuk memberikan pesan terhadap tiga orang Guru Besar yang dikukuhkan pada Rabu, 19 Februari 2025 di Rektorat Unmer Malang.

    Salah satu yang diberi wejangan adalah Profesor Syaiful Arifin, yang tak lain ponakan Mahfud MD. Poin penting pesannya, yaitu seorang Guru Besar tidak boleh sombong, menghindarkan diri dari pamer ilmu, terlebih pamer harta di platform sosial media. Selalu bertanya, apa pengabdian masyarakat yang telah dilakukan, apa saja karya yang telah dirampungkan dan sejauh mana memberikan kemanfaatan bagi masyarakat.

    Redaksi:
    Penulis adalah Ahli Hukum Pidana, Analis Putusan Pengadilan, Mediator Non Hakim, Beracara di MK pada Pilkada 2024. Kini, Advokat, Legal Consultant, Lecture, Columnist, CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW, Sekjen DPP Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK)/ LN.

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita