26 C
Singkawang
More
    BerandaSastraDongeng Dayak Ngaju - Kalteng | Bapak Palui

    Dongeng Dayak Ngaju – Kalteng | Bapak Palui

    | Penulis: Kak Nur Chy

    “Pak Palui, nanti kalau udah agak siang dikit, tolong padinya ditumbuk. Tapi, tunggu matahari sejajar dengan pohon kelapa.” seru Ibu Palui pada suaminya.

    “Iya. Mau ke mana kamu?” tanya Pak Palui masih dalam selimut gajah duduknya.

    “Saya mau ke kampung sebelah, ada acara hajatan di rumah kepala Desa di sana.” jawab Ibu Palui.

    “Apa Palui ikut?” tanya Pak Palui dengan posisi mengeliatkan badannya.

    “Tidak, Palui ku suruh mengambil air di sungai. Untuk mencuci piring kotor.” jawab Ibu Palui.

    “Oh.” jawab Pak Palui singkat.

    “Ya sudah, saya berangkat dulu. Jangan lupa padinya ditumbuk.” seru ibu Palui sambil menuruni anak tangga rumahnya.

    Selepas kepergian ibu Palui, bapak Palui malah mengorok dan melanjutkan tidurnya lagi.

    ***

    Tak terasa hari sudah petang, Pak Palui masih saja tertidur pulas. Untung saja ada Palui yang membangunkan bapaknya. Agar segera melaksanakan perintah ibunya.

    Dengan mata masih mengantuk dan badan agak sempoyongan Pak Palui turun dari rumah yang masih berbentuk rumah panggung.

    “Palui tadi ibu berpesan apa, ya? Padinya ditumbuk saat matahari sejajar pohon kelapa kan?” tanya Pak Palui pada Palui.

    “Iya, Pak.” jawab Palui singkat.

    “Lah ini kan, Mataharinya sudah lewat pohon kelapa. Apa iya, tadi ibumu berkata seperti itu? Atau padinya kita tumbuk naik ke pohon kelapa? ” tanya Pak Palui pada Palui.

    “Iya, Pak.” jawab Palui lagi.

    “Kamu iya, iya aja dari tadi. Ayo, bantu bapak untuk membawa lesung dan halu ini, untuk naik ke pohon kelapa itu. Cepat, nanti ibumu marah, kalau dia datang.” seru Pak Palui pada Palui.

    “Iya, Pak.” jawab Palui lagi.

    “Jangan iya, iya terus. Ayo, ambil padinya dari lumbung sana!” seru Pak Palui pada Palui.

    “Iya, Pak!” jawab Palui sambil berlari menuju lumbung padi mereka yang ada di samping rumah panggung milik mereka.

    Dan Pak Palui benar-benar menumbuk padinya di atas pohon kelapa. Dari bawah Palui memberi semangat pada bapaknya, agar menumbuknya lebih cepat sebelum ibunya datang.

    Tampak dari kejauhan ibu Palui heran melihat anaknya berteriak-teriak pada seseorang di atas pohon kelapa. Ibu Palui pun mempercepat langkahnya, karena Ibu Palui curiga yang naik itu pasti Pak Palui.

    Saat tiba di bawah pohon kelapa, betapa terkejutnya ibu Palui, melihat bapak Palui menumbuk padi di atas pohon kelapa.

    “Boh, leha kahumung muh nah, Pak Palui. Narai gawim nempe parei intu hunjun hekau?” teriak ibu Palui pada suaminya. (Loh, dasar kamu bodoh ya, Pak Palui.  Ngapain numbuk padi di atas pohon kelapa itu?)

    “Maka kuam endau, nempe parei te intu hunjun batang enyuh, makanya ku nempe hetuh.” kata Pak Palui pada istrinya. (Bukannya, tadi kamu bilang padinya ditumbuk di atas pohon kelapa?)

    “Turun dari sanaaaa!!! “teriak ibu Palui marah pada suaminya.

    “Ini belum selesai.” jawab pak Palui dari atas.

    “Turuuuuun, ku bilang!” teriak ibu Palui lagi.

    “Dasar ibu Palui.” kata Pak Palui.

    “Dasar apa? Kamu yang tak pernah benar dan tak pernah menyimak kalau orang berbicara.” kata ibu Palui kesal.

    Akhirnya, Pak Palui turun dari pohon kelapa itu. Ibu Palui memarahi suaminya dengan mengatakan bahwa bapak Palui puna bureng ih (bapak Palui dasar memang bodoh).

    ***

    Latest articles

    Explore more

    Arsip berita